Djarot mengatakan pasangan Eri-Armudji terus dikepung dan difitnah oleh kubu lawan. Ia juga menyebut kubu Machfud menggunakan politik pecah belah ala Belanda, politik sembako, hingga anggaran kampanye yang begitu besar.
Djarot pun menyinggung langkah kubu Machfud-Mujiaman merekrut Jagad Hariseno, anak dari mantan Sekretaris Jenderal PDIP almarhum Sutjipto. Jagad adalah kakak dari Whisnu Sakti Buana, kader PDIP yang urung diusung menjadi calon wali kota Surabaya.
"Apa yang dilakukan mereka dengan merekrut Seno atau Jagad Hariseno adalah langkah panik, karena memang tidak punya rekam jejak unggulan," ucap Djarot.
Namun, Djarot mengatakan hal ini justru membuat partainya kian solid untuk memenangkan pasangan Eri-Armudji. Dia juga mengklaim dukungan masyarakat Surabaya terhadap Eri-Armudji makin besar.
Pilkada Kota Medan dan Surabaya memang menyita perhatian karena beberapa kepala daerah menyatakan dukungannya kepada calon yang diusung PDIP.
Hal itu berkenaan dengan dugaan pelanggaran netralitas, sehingga pihak lawan melaporkan kepada Bawaslu.
Netralitas kepala daerah dan aparatur negara sebenarnya telah diatur dalam pasal 71 ayat (1) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 71 ayat (3) UU Pilkada melarang kepala daerah untuk menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain, dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Namun, menurut catatan CNN Indonesia, perhelatan pilkada kerap diwarnai dengan kasus pelanggaran netralitas. Termasuk oleh kepala daerah.
Pilkada Medan