Namun, sampai regulasi yang mengizinkan ekspor benih lobster terbit, Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan belum pernah melakukan kajian potensi dan jumlah benih lobster yang boleh dieksploitasi.
Ketiga, meski petunjuk teknis peraturan tersebut tengah disusun, pada 9 Mei 2020, setidaknya 20 perusahaan sudah mendaftar sebagai eksportir benih lobster.
Padahal, belum ada kejelasan terkait kriteria keberhasilan budidaya lobster yang menjadi syarat ekspor benih.
Keempat, ekspor benih lobster mulai dilakukan pada Juni 2020, selang satu bulan sejak penetapan Permen KP No 12/2020.
Syarat eksportir mendapatkan kuota ekspor benih lobster antara lain sudah memanen hasil budidaya lobster berkelanjutan dan melepasliarkan 2 persen hasil panennya.
Padahal, budidaya lobster dinilai bukan pekerjaan yang singkat dan butuh investasi panjang.
Kepala Subdirektorat Jenderal Humas Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengonfirmasi ekspor benih lobster yang dilakukan PT TAM dan PT ASL pada 12 Juni 2020 melalui Bandara Soekarno-Hatta.
PT TAM mengekspor benih lobster sebanyak 60.000 ekor, sedangkan PT ASL sekitar 37.500 ekor yang dikemas dalam 7 koli (Kompas, 16/6/2020).
Kelima, penerimaan negara dari ekspor benih lobster dinilai sangat kecil. Dari ekspor sekitar 100.000 ekor benih lobster pada 12 Juni 2020, misalnya, negara hanya mendapatkan Rp 34.375 dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).