“Ada orang yang memiliki pendidikan tinggi tapi tidak memiliki kapabilitas itu banyak terjadi,” katanya.
Persoalan pertama yang sering kali menjadi paradigma di masyarakat Indonesia, pendidikan yang tinggi itu sama dengan kecerdasan, padahal menurutnya dua hal itu berbeda.
Pendidikan dijelaskan Prof Rhenald merupakan suatu alat yang diberikan di sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi yang kerap disebut kecerdasan intelektualitas.
Namun hal tersebut menurutnya tidak selalu dapat mengukur kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan emosional, kecerdasan membangun relasi dengan orang, kecerdasan moral, kecerdasan teknologi, kecerdasan eksploratif, dan sebagainya.
“Ditengah pandemikehidupan ini berubah tiba-tiba menjadi dunia digital. Kita menemui kendala, orang seusia saya dituntut untuk memiliki kemampuan teknologi,” katanya
“Tidak harus bikin tik tok tapi bisa lah menggunakan video dan ilmu pengetahuan di dunia online,”lanjut Rhenald
Prof Rhenald menambahkan satu kecerdasan lagi yang dibutuhkan saat ini adalah kecerdasan kontekstual.
Algoritma di era digital seperti saat ini membuat seseorang terjebak dalam sebuah kotak yang jika tidak disikapi dengan bijak akan berdampak tidak baik tanpa adanya validasi.
“Misalnya anda tidak suka dengan Presiden Jokowi maka ketika anda sekali membuka hal berbau negatif di internet tentang Jokowi, maka akan dikirimi terus konten-konten yang tidak menyukai Jokowi dan anda tidak melakukan validasi maka anda tidak memiliki kecerdasan kontekstual,” ujar Rhenald.