Fotokita.net - Selama puluhan tahun, sebagian besar rakyat Timor Leste menyebut Indonesia penjajah di tanah leluhur mereka.Sejak20 Mei 2002 atau pasca-refrendum, Timor Timur resmi memisahkan diri dari Indonesia.
Artinya, negara berdaulat yang bertetangga dengan Provinsi NTT ini sudah berusia 18 tahun.
Negara kecil yang berada di ujung Pulau Timor ini dulu menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Saat masih bergabung dengan Indonesia, wilayah negara ini bernama Timor Timur dan menjadi provinsi ke-27.
Pada 30 Agustus 1999, hampir 80 persen rakyat Timor Timur memilih berpisah dari Indonesia.
Referendum yang didukung PBB itu mengakhiri konflik berdarah sekaligus mengakhiri kependudukan mereka sebagai Warga Negara Indonesia.
Memberikan jalan bagi rakyat Timor Leste untuk meraih kemerdekaan.
Lalu, bagaimana kondisi perekonomian Timor Leste setelah merdeka dari Indonesia?
Dikutip dari laporan resmi Bank Dunia tahun 2020, Minggu (5/7/2020), pertumbuhan ekonomi Timor Leste terbilang masih lambat dibandingkan negara-negara Asia Tenggara.
Negara dengan nama resmi Republica Democratica de Timor Leste ini masih jadi salah satu negara paling miskin di dunia.
Dikutip dari laporan United Nations Development Programme (UNDP), Timor Leste berada di peringkat 152 negara sebagai negara termiskin di dunia dari 162 negara.
PDB per kapita Timor Leste diperkirakan akan mencapai 2.356 dollar AS atau sekitar Rp 34,23 juta (kurs Rp 14.532) pada Desember 2020.
Masih di bawah pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2019 lalu sebesar 4.174,9 dollar AS atau sekitar Rp 60 juta.
Sejumlah sektor ekonomi Timor Leste sebenarnya masih sangat bergantung pada Australia dan Indonesia, terutama barang-barang impor.
Pada tahun 2019, sebagaimana dilaporkan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Timor Leste sekitar 4,1 persen di tahun 2020 dan meningkat menjadi 4,9 persen di tahun 2021.
Menurut Bank Dunia, pertumbuhan investasi swasta di Timor Leste itu masih saja melempem dari tahun ke tahun pasca-merdeka, ini terkait dengan stabilitas politik dan ekonomi di negara itu yang masih bergejolak.
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga terus mengalami peningkatan.
"Timor Leste menyambut baik pertumbuhan PDB, tetapi reformasi masih jadi kunci untuk mengejar potensi investasi dari sektor swasta sesuai dengan target pemerintah yang menetapkan pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen dan penciptaan setidaknya 600.000 lapangan kerja baru per tahun," jelas Pedro Martins, Ekonom Senior Bank Dunia untuk Timor Leste.
Meski investasi sektor privat yang masuk masih rendah, negara ini masih menikmati stabilitas ekonomi makro dan inflasi yang masih terkendali.
Kredit ke sektor swasta juga masih bisa tumbuh 13 persen, terutama didorong permintaan dari sektor rumah tangga.
Namun, neraca fiskal Timor Leste terbilang buruk, karena anggaran pengeluaran publik yang terus meningkat.
Timor Leste sendiri masih mengandalkan pemasukan dari hasil minyak. Pada tahun 2019 lalu, produksi minyak Timor Leste mencapai 38 juta barel setara minyak (BOE) yang banyak dikerjasamakan dengan Australia.
Sementara itu, mengutip data Timor Leste Economic Report yang dirilis Bank Dunia pada April 2020, ekonomi Timor Leste bakal semakin terpuruk di 2020 karena pandemi virus corona (Covid-19) dan kondisi politik yang belum stabil.
Pemerintah Timor Leste sudah mencairkan dana sebesar 250 juta dari Petroleum Fund di mana 60 persennya digunakan untuk penanganan Covid-19.
Virus corona memperburuk ekonomi Timor Leste yang berkontribusi pada menurunnya kunjungan turis asing ke negara itu, melambatnya perdagangan ekspor-impor, dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk menanggulangi pandemi.
Dari kemerdekaan tersebut, hingga kini ada satu negara yang diuntungkan yaitu Australia.
Australia dituduh mengeruk jutaan dollar dari pendapatan minyak Timor Leste.
Kesepakatan itu diputuskan sejak Australia melakukan penandatanganan perjanjian pada Maret 2018 bahwa negara kecil itu bergantung pada minyak mendapatkan 100 persen ladang Bayu-Undan, dibagi 90-10 dengan Australia.
Pendapatan yang diambil oleh Australia sejak penandatanganan perjanjian tersebut telah diberikan pada Timor Leste tetapi langsung habis untuk kebutuhan kesehatan dalam setahun.
Penjanjian itu membatasi perbatasan maritim permanen untuk menutupi Celah Timor dan mendirikan daerah khusus untuk berbagi ladang gas yang belum dimanfaatkan Timor Leste.
Perbatasan baru itu dikonfirmasi adalah milik Timor Leste tetapi puluhan tahun Australia mengambil keuntungan dari ladang minyak tersebut.
Pada sat penandatanganan Australia menyatakan, perjanjian itu tidak akan berlaku sampai kedua negara meratifikasinya.
Namun, pemerintah Australia gagal meratifikasinya.
Penundaan itu membuatnya menarik keuntungan dari ladang Bayu-Undan, yang sebelumnya telah dibagi 90-10.
Kini, ekonomi Timor Leste yang makin terpuruk karena Covid-19 hingga mereka meminta bantuan Gubernur Provinsi Nusa Tenggara TimurViktor Bungtilu Laiskodat.
Saat menerima kunjungansaat menerima audiensi Duta Besar RDTL untuk Indonesia, Alberto Xavier Pareira Carlos bersama rombongan di Ruang Kerja Gubernur, pada Senin, 10 Agustus 2020,Viktor Bungtilu Laiskodat menjajaki peluang kerjasama untuk membangun daerah perdagangan bebas atau free trade area (FTA) dengan negara Republik Demokratik Timor Leste(RDTL).
Hal tersebut juga merupakan peluang yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di Pulau Timor yang terdiri dari Provinsi NTT di Timor bagian barat dan negara RDTL di Timor bagian timur.
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat mengajak Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) untuk membangun kerja sama yang lebih konkret untuk kemajuan kedua wilayah yang masih berada dalam satu daratan tersebut.
“Pak Dubes kalau berbicara tentang Nusa Tenggara Timur dan RDTL, cara berpikirnya yaitu membangun Pulau Timor bukan membangun dua negara. Sehingga mudah untuk menerjemahkannya di dalam sebuah kerja sama, karena kita ini bersaudara, cuman yang memisahkan kita hanya batas negara secara politik namun secara ekonomi dan sosial tidak”, tandas Viktor
Menurut VBL, Pulau Timor sangat unik, karena di dalamnya secara administrasi terdapat provinsi yaitu NTT dan juga satu negara yang namanya RDTL. “Kalau dikelola dengan baik melalui kerja sama yang baik maka saya yakin dalam kurun waktu 15 tahun mendatang akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang luar biasa di pulau ini. Sebenarnya secara ekonomi, kemerdekaan Timor Leste merupakan anugerah bagi Timor Barat,” ujar Gubernur Viktor.
Beliau juga menyampaikan, semangat membangun Pulau Timor harus dengan hati bersih, jangan ada agenda politik.
“Pikirkan tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat, tidak perlu ribut lagi masalah perbatasan. Karena kita daerah miskin namun kaya akan potensi daerah serta peluang-peluang lainya yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi Pulau Timor,” beber politisi NasDem tersebut.
Mantan anggota DPR RI tersebut juga mengatakan peluang-peluang lainnya yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Pulau Timor.
“Berdasarkan pengalaman saya dengan latar belakang entrepreneurship, dalam 3 bulan ini kita mesti serius untuk membicarakan tentang strategiFree Trade Areadi wilayah perbatasan karena RDTL memiliki aset berupa bandara Internasional di Oekusi, namun tidak memiliki barang untuk diekspor. Sedangkan NTT memiliki potensi barang kualitas ekspor namun terbatas dari sisi kuota untuk ekspor,” ujar Gubernur.
Sementara itu, Alberto Xavier Pareira Carlos selaku Duta Besar (Dubes) RDTL untuk RI menyampaikan apresiasi atas ide-ide cemerlang Gubernur NTT untuk memajukan NTT dan Timor Leste.
“Selama perjalanan karier saya mendapat amanah jabatan ini, baru kali ini saya berkesempatan berkunjung ke NTT.
Kami sudah bertemu dengan Pak Bupati Belu di wilayah perbatasan untuk membicarakan tentang kerja sama ekonomi perbatasan. Saat ini juga saya bisa bertemu langsung pak Gub (Gubernur). Ingin sekali mendengar ide gagasan pa Gubernur untuk membangun kerja sama karena kita ini satu pulau dan bersaudara,” ungkap Dubes Alberto.
Ia pun berjanji untuk menyampaikan ide-ide ini kepada pimpinan negara RDTL untuk segera direalisasikan.
Tampak hadir pada auidens tersebut Dubes RDTL untuk RI bersama jajarannya, Staf Khusus Gubernur, Pimpinan Perangkat Daerah.
Seperti diketahui, NTT masih merupakan provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin tertinggi, yaitu urutan ketiga setelah Papua dan Papua Barat.