Follow Us

Dibangun Sejak Soekarno Berkuasa, Gedung Kejaksaan Agung 2 Kali Alami Kebakaran, Penyebab yang Sama Jadi Biang Kerok

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Minggu, 23 Agustus 2020 | 12:09
Kebakaran di Kejaksaan Agung RI
Garry Lotulung/Kompas.com

Kebakaran di Kejaksaan Agung RI

Sebagaimana tercatat dalam buku “Potret 47 Tahun Kejaksaan RI”, Jaksa Agung ke-IX Soegih Arto dilantik di kantor Kejaksaan Agung Jalan Lapangan Banteng Timur oleh Wakil Perdana Menteri bidang Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto. Pada masa kepemimpinannya, dimulailah era orde baru.

Kejaksaan banyak mengalami perubahan mendasar, baik menyangkut kedudukan lembaga, maupun dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Soegih Arto memimpin langsung Departemen Kejaksaan dibantu tiga Deputi Menteri Jaksa Agung dalam bidang intelijen/operasi, pembinaan, dan pengawas umum/Inspektur Jenderal.

Pada tahun 1968, gedung di Lapangan Banteng Timur sudah tidak lagi difungsikan sebagai kantor Kejaksaan Agung. Departemen Kejaksaan di bawah pimpinan Menteri Jaksa Agung Soegih Arto telah berpindah kantor ke Jalan Sultan Hasanuddin No.1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang dibangun di atas tanah pemerintah.

Baca Juga: Air Ketubannya Sudah Pecah, Ibu Hamil Ini Alami Pendarahan Tapi Kata Petugas Harus Rapid Test, Ujungnya Berakhir Tragis

Marthen mengisahkan, saat kembali bertugas di Jakarta tahun 1968, gedung Kejaksaan Agung belum sebesar sekarang. Hanya terdapat satu gedung utama yang menjadi tempat kerja Jaksa Agung dan jaksa-jaksa lainnya. Kemudian, mulai dibangun gedung bidang Pengawasan, bagian rumah tangga, dan Poliklinik di belakang gedung utama.

“Tadinya, semuanya masih gabung semua di gedung depan. Makin lama makin bertambah pegawai dan jaksa, dibangunlah gedung bidang Pengawasan, Rumah Tangga, dan Poliklinik. Dulunya itu tanah kosong. Saya dengar dulu SMA 6 dan SMA 70 tanah dari Kejaksaan Agung, lalu dipersilakan untuk dibangun sekolah,” ujarnya.

Gedung bundar

Pada era kepemimpinan Jaksa Agung Soegih Arto dan Ali Said, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) masih tergabung dalam Jaksa Agung Muda Operasi (Jamops). Keduanya baru dipecah setelah tahun 1983 di era kepemimpinan Jaksa Agung ke-sebelas, Ismail Saleh.

Pada saat bersamaan, Ismail juga mengadakan Pusat Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penyuluhan Hukum dan Pusat Operasi Intelijen.

Ismail Saleh mulai membangun kantor Jampidum yang terletak di belakang gedung Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Pembangunan kantor Jampidum disusul dengan pembangunan gedung bundar yang nantinya difungsikan sebagai kantor Jampidsus. Gedung bundar dibangun di sisi kanan lapangan Kejaksaan Agung.

Baca Juga: Masih Ingat Nelayan Padang yang Nikahi Bule Cantik Perancis? Inilah Foto-foto Terkini Kehidupan Mereka

Sebelum gedung bundar selesai, Jampidsus sementara berkantor di sebuah rumah di Jalan Adityawarman No.6, Kebayoran Baru. Marthen menyatakan, pembangunan gedung berbentuk unik itu lebih dikarenakan ukuran tanah yang tidak terlalu luas. “Filosofinya tidak dijelaskan. Ada kemungkinan meniru bentuk stadion di Senayan,” tuturnya.

Editor : Fotokita

Latest