"Diperbaiki dengan tadi meningkatkan komunikasi untuk perubahan perilaku pada penduduk," ujarnya.
Pandu juga meminta pemerintah terus memberikan edukasi pada masyarakat terkait pentingnya menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan menggunakan sabun dan air yang mengalir.
Edukasi tersebut pun harus dilakukan dengan melibatkan tokoh yang berpengaruh di masyarakat. "Apakah tokoh agama, atau tokoh masyarakat lain, dari semua elemen masyarakat," imbuhnya.
Ia pun menyarankan pemerintah untuk menggunakan istilah yang lebih objektif dan jelas mengenai apa saja yang harus dilakukan masyarakat demi mencegah penularan Covid-19.
Pandu kemudian memberi contoh salah satu narasi yang mudah dipahami masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 yakni 'Tiga M'.
'Tiga M' adalah memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun dan air yang mengalir.
"Tadi kan dibilang masyarakat harus 'Tiga M' sudah jelas kan. (Kalau) adaptasi kebiasaan baru, nanti apa sih adaptasi? Kebiasaan barunya apa? Masih panjang lagi kan. Jadi to the point saja," ucap Pandu.
Dampak salah diksi new normal
Pandu Riono menjelaskan, penggunaan diksi yang salah pada masa pandemi Covid-19 ini bisa memengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat dalam menjalani protokol kesehatan. Masyarakat, menurut dia, tidak mengerti apa yang disampaikan pemerintah.
Alhasil, penerapan protokol kesehatan tak maksimal yang berakibat pada angka penularan yang tetap tinggi.