Fotokita.net - Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan maksud Presiden Joko Widodo yang mengajak masyarakat berdamai dengan Covid-19.
Menurut Bey, Jokowi ingin agar masyarakat tetap produktif meski virus corona masih mewabah di dalam negeri.
"Bahwa Covid-19 itu ada, dan kita terus berusaha agar Covid segera hilang. Tapi kita tidak boleh menjadi tidak produktif, karena adanya Covid-19 menjadikan adanya penyesuaian dalam kehidupan," kata Bey kepada wartawan, Jumat (8/5/2020).
Bey mengatakan, saat ini Covid-19 memang belum ada antivirusnya. Namun, masyarakat bisa mencegah tertular dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, rajin mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak.
Menurut Bey, hal ini adalah hidup normal dengan cara baru. "Ya, artinya jangan kita menyerah, hidup berdamai itu penyesuaian baru dalam kehidupan. Ke sananya yang disebut the new normal. Tatanan kehidupan baru," kata dia.
Perlawanan terhadap pandemi Covid-19 masih belum berakhir.
Penambahan kasus baru masih terus terjadi di seluruh negara di dunia, vaksin untuk menghentikan penyebaran virus ini pun juga masih dalam tahap pengembangan.
Meski demikian, relaksasi atau pelonggaran aturan social distancing yang sebelumnya diberlakukan guna menekan laju penyebaran virus corona sudah mulai dilakukan.
Seperti yang terlihat di Korea Selatan, pemerintah setempat sudah mulai membuka kembali gedung-gedung perkantoran dan fasilitas publik.
Sekolah rencananya juga akan dibuka secara bertahap. Selain Korea Selatan, Thailand juga mulai melonggarkan aturan social distancingnya dengan mengizinkan pedagang kecil, ritel, dan restoran untuk membuka kembali usahanya.
Namun, relaksasi aturan tersebut tetap dilakukan sembari menaati protokol-protokol kesehatan untuk menekan timbulnya lonjakan kasus baru.
Penggunaan masker kini menjadi hal yang wajib saat berada di ruang publik, pelaku usaha seperti restoran juga mulai mengatur jarak meja makan dan membatasi jumlah pengunjung.
Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa Covid-19 telah benar-benar mengubah cara hidup manusia.
Sesuatu yang sebelumnya tidak lumrah dilakukan kini menjadi sebuah kewajaran dan bahkan kewajiban.
Kondisi saat ini kemudian memunculkan istilah new normal life atau kondisi normal yang baru. Kondisi ketika manusia pada akhirnya harus hidup berdampingan dengan ancaman virus corona penyebab Covid-19.
Berdamai atau hidup bersama dengan virus corona juga diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
Jokowi mengatakan, pemerintah terus berupaya keras dan berharap puncak pandemi Covid-19 akan segera menurun.
Selama wabah masih terus ada, Jokowi meminta seluruh masyarakat untuk tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan.
"Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan," katanya di Istana Merdeka, Jakarta, dalam video yang diunggah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden pada Kamis (7/5/2020)
Jokowi juga mengatakan, beberapa ahli menyebut ada kemungkinan kasus pasien positif Covid-19 menurun angkanya.
Tetapi, ketika kasusnya sudah turun tidak berarti langsung landai atau langsung nol, melainkan masih bisa fluktuatif.
"Ada kemungkinan masih bisa naik lagi atau turun lagi, naik sedikit lagi, dan turun lagi dan seterusnya," kata Jokowi.
Masyarakat dipersilakan beraktivitas secara terbatas, tetapi harus disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan.
"Semua ini membutuhkan kedisiplinan kita semuanya, kedisiplinan warga, serta peran aparat yang bekerja secara tepat dan terukur," tandasnya.
Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan meski tidak menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), namun penanganan Covid-19 di Bali menunjukkan hasil yang lebih terkendali.
Padahal, sebelumnya berbagai pihak sangat mengkhawatirkan Bali akan terancam Covid-19. Sebaba Bali sebagai destinasi wisata dunia terbesar di Indonesia.
"Tetapi sejauh ini, fakta menunjukkan hal yang kontras berbeda," kata Koster dalam keterangan tertulis, Senin (4/5/2020) malam.
Ada 3 indikator yang dijadikan Koster untuk menilai Bali mampu mengendalikan wabah ini.
Pertama yakni rata-rata penambahan pasien positif Covid-19 per hari di Bali sebanyak 7 orang.
Jumlah ini lebih rendah daripada DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Banten.
Dari data juga menunjukkan pasien positif Covid-19 di Bali sebagian besar dari luar negeri yakni 54 persen.
Sedangkan kasus di provinsi lain, pasien positif sebagian besar merupakan transmisi lokal.
Kedua, persentase kesembuhan pasien positif Bali mencapai sekitar 58.67 persen yang paling tinggi di Indonesia.
Bahkan jauh diatas rata-rata nasional (16.86 persen) dan Global/Dunia (32.10 persen).
Ketiga, persentase pasien positif Covid-19 yang meninggal di Bali hanya 1,48 persen atau jauh di bawah rata-rata Nasional (7.46 persen) dan Global/Dunia (7.04 persen). Statistik di atas merupakan data yang diambil per 4 Mei 2020.
Saat itu jumlah kumulatif pasien positif Covid-19 di Bali 274. Dari jumlah itu yang sembuh sebanyak 159, meninggal 4, dan dirawat 108.
Sementara untuk data per 8 Mei 2020, jumlah kumulatif pasien positif Covid-19 300 orang. Kemudian yang sembuh 195 orang, meminggal 4, dan dirawat 101.
Pemerintah Provinsi Bali memiliki strategi sendiri untuk mengendalikan penyebaran corona.
Bahkan, strategi yang digunakan tersebut dianggap cukup efektif jika dibandingkan daerah lain.
Menurut Gubernur Bali Wayan Koster, ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk menilai strategi tersebut lebih efektif dibanding daerah lain yang menerapkan PSBB.
Pertama, rata-rata kasus positif corona di Bali per 4 Mei 2020 hanya 7 orang per hari. Jumlah itu lebih rendah daripada DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Banten.
Kedua, tingkat kesembuhan pasien mencapai sekitar 58.67 persen. Angka tersebut jauh di atas rata-rata nasional yang hanya diangka 16.86 persen dan Global/Dunia diangka 32.10 persen.
Dan ketiga, jumlah pasien positif corona yang meninggal di Bali hanya 1.48 persen jauh di bawah rata-rata Nasional yang diangka 7.46 persen dan Global/Dunia diangka 7.04 persen.
Ketua Tim Lab Pemeriksaan Kasus Covid-19 Bali Ni Nyoman Sri Budayanti mengatakan, salah satu kunci mengendalikan penyebaran Covid-19 di Bali adalah melakukan pemeriksaan atau tes sampel secara cepat.
Karena itu, fungsi lab di sini sangat penting untuk menentukan virus ini ada di mana agar bisa segera diobati dan dilakukan penelusuran kontak. Sehingga potensi penularan kepada warga lainnya bisa dapat dicegah.
Dan yang sakit juga bisa segera mendapat pengobatan. "Perang kalau tak tahu musuhnya kapan kita menangnya? Jadi konsep lab untuk menentukan virus itu ada di situ agar cepat diobati dan cepat tracing," kata Budayanti saat dihubungi, Sabtu (9/5/2020) sore.
Untuk memaksimalkan fungsi laboratoriumnya tersebut, pihaknya mengaku juga melibatkan sejumlah pihak. Seperti tenaga dari berbagai rumah sakit dan universitas untuk melakukan tes sampel.
Adapun yang menjadi prioritas dilakukan pemeriksaan tersebut adalah pasien dalam pengawasan (PDP), tenaga medis, orang dalam pemantauan (ODP), dan orang tanpa gejala (OTG).
Pemerintah Provinsi Bali mengklaim mampu mengendalikan penyebaran virus corona atau Covid-19 meski tanpa Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB).
Ketua Tim Lab Pemeriksaan Kasus Covid-19 Bali Ni Nyoman Sri Budayanti mengatakan salah satu kunci Bali mengendalikan penyebaran virus ini yakni pemeriksaan atau tes sampel secara cepat.
Budayanti mengatakan melawan virus yang tak kasat mata ini ibarat perang. Maka langkah pertama untuk memenangkan perang ini adalah mengetahui dulu lokasi musuhnya.
Jadi fungsi lab pemeriksaan yakni untuk menentukan virus ini ada di mana agar bisa segera diobati dan dilakukan penelusutan kontak.
"Perang kalau tak tahu musuhnya kapan kita menangnya? Jadi konsep lab untuk menentukan virus itu ada di situ agar cepat diobati dan cepat tracing," kata Budayanti saat dihubungi, Sabtu (9/5/2020) sore.
Budayanti melanjutkan, untuk mengatasai Covid-19 maka perlu menerapkan 3T yakni test, treat, dan tracing.
Dengan tes lebih cepat maka bisa diketahui mana yang positif dan tidak. Sehingga bisa lebih cepat memisahkan mana yang sakit dan tidak.
Kemudian lebih cepat juga dilakukan pelacakan kontak pasien yang sakit tersebut sehingga bisa mencegah penyebaran.
Lalu dengan tes yang cepat, pasien juga lebih cepat mendapat pengobatan. Sehingga kondisi pasien tidak sampai ke tingkat lebih berat.
"Yang positif bisa cepat ditangani sehingga tidak berat (sakit) baru datang dan diobati. Kemudian angka kematian bisa ditekan," imbuhnya.
Budayanti mengatakan saat ini timnya terus bekerja keras agar hasil tes bisa keluar dalam waktu 24 jam.
Ia mengatakan, untuk petugas laboratoriumnya tak hanya berasal dari RSUP Sanglah. Namun dari berbagai rumah sakit dan universitas yang ada dan diberdayakan untuk mengetes sampel.
Untuk Lab Pemeriksaan Bali, pihaknya menggunakan skala prioritas. Yang jadi prioritas yakni pasien bergejala atau PDP, tenaga medis, kemuduan orang dalam pemantauan (PDP), baru orang tanpa gejala.
Ia menambahkan Lab Pemeriksaan Bali ini mulai mengerjakan spesimen Covid-19 pada 26 Maret 2020. Total hingga 8 Mei 2020, pihaknya telah mengerjakan spesimen sebanyak 4.722.
Sebelumnya pihaknya rata-rata per hari mampu mengerjakan 104 spesimen. Namun dalam 10 hari terakhir hampir mengerjakan 200 sampel per hari.
Hal ini setelah Bali memutuskan semua pekerja migran Indonesia yang baru tiba dari luar negeri dilakukan tes swab.
Selain kecepatan pemeriksaan, menurutnya kerja tim di Satgas Covid-19 Bali juga sangat kompak dengan kolaborasi yang baik dan komunikasi yang cepat.
"Satgas di Bali kerja kompak dan serius, untuk PMI misalnya meski datang tengah malam, kita tetap bekerja," katanya. (Kompas.com)