Sejumlah ahli juga mengingatkan agar masyarakat dan pemerintah tetap waspada dengan kemungkinan terjadinya gelombang kedua virus corona.
"Saya kira memang gelombang kedua (pandemi) itu bisa terjadi, saat puncak sudah lewat, yang sakit itu sudah turun," kata Perwakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof Akmal Taher, seperti diberitakan, 13 April 2020.
Menurut dia, gelombang kedua bisa saja terjadi apabila sistem yang dibuat pemerintah dan dilakukan oleh masyarakat sipil melonggar.
Risiko gelombang kedua berpotensi terjadi ketika ada transmisi saat orang-orang telah merasa aman karena melewati puncak pandemi.
Hal yang sama diungkapkan Pandu. Ia menyebutkan, gelombang kedua terjadi ketika masyarakat dan pemerintah lalai saat terjadi penurunan jumlah kasus.
"Nanti ada penurunan. kalau sudah terjadi penurunan, kita lalai kita enggak waspada itu bisa naik lagi," kata Pandu.
Sementara itu, Dicky mengatakan, penguatan data saat ini penting untuk menilai keberhasilan intervensi serta mengantisipasi gelombang kedua.
Ia mengingatkan,Indonesia perlu mewaspadai adanya gelombang kedua sepanjang belum ditemukan vaksin virus corona.
"Mengingat sampai saat ini Covid-19 di Indonesia diperkirakan masih memiliki angka reproduksi di atas 1, ditambah kita belum memiliki vaksin. Selain itu, sebagian besar populasi global di mana menurut WHO 90 persen lebih belum memiliki imunitas, maka potensi penyakit Covid-19 tetap ada dan menyerang kembali dalam bentuk gelombang kedua atau ketiga,” ujar Dicky.
Merespons soal puncak pandemi dan waspada terjadinya gelombang kedua virus corona, Kementerian Kesehatan melaluiDirektur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan, disiplin masyarakat dalam menerapkan pola hidup sehat dan melakukan pencegahan penting untuk menghadapi dua hal tersebut.