Di Bangun, tumpukan sampah, dengan ada yang setinggi empat meter, memenuhi area itu. Sekitar 2.400 orang tinggal di sana, dengan setiap keluarga terlibat dalam bisnis pengolahan tersebut.
Tujuan akhir dari sampah itu adalah Tropodo. Setiap hari, sebuah truk mengangkut kertas dan plastik, dan menurunkan muatannya di pabrik tahu.
Menurut sopir truk yang bernama Fadil, dia sudah mengantarkan muatan plastik dan kertas ke industri tahu selama 20 tahun terakhir.
"Orang-orang butuh mengisi bahan bakar bagi industri tahu mereka," tutur pria berusia 38 tahun tersebut kepada New York Times.
Aktivis lingkungan menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memerhatikan masalah kesehatan dalam rangka mengembangkan ekonomi.
Kalangan pemerhati pun meminta Presiden Jokowi menangani kontaminasi racun, termasuk polusi udara serta kontaminasi merkuri.
Pada Juli lalu, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKHK) Rosa Vivien Ratnawati berkunjung ke Tropodo.
Di sana, dia mengakui bahwa plastik yang dibakar dapat menimbulkan racun. Dia kemudian menyatakan bakal mencari tahu bagaimana asap dari pembakaran plastik bisa dikendalikan.
"Jika plastik yang digunakan sebagai bahan bakar tidak dipermasalahkan, seharusnya ada penanganan bagaimana polusinya," tuturnya.
Saat dihubungi The Times pekan lalu, Rosa menolak membahas isu tersebut, dan meminta supaya didiskusikan kepada Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Karliansyah.
Tetapi, yang bersangkutan tidak memberikan respons. Banyak dari warga Tropodo mengaku tidak berdaya untuk mencegah pembakaran sampah plastik tersebut.