Sintong merasa keberanian Prabowo itu karena dia menantu Presiden Soeharto. Prabowo yang semula idealis dan selalu berbicara tentang teknik, taktik, dan peningkatan mutu kesatuan, serta masalah kualitas militer; berubah ke arah kenegaraan, pemerintahan, dan kekuasaan. Ia mulai banyak berhubungan dengan politisi.
Sebenarnya, menurut tradisi militer, pertanyaan tentang pemindahan dari satu kesatuan ke kesatuan lain tidak pantas disampaikan. Sehingga Sintong menjadi kaget dan tersinggung.
Sintong pun mengatakan kepada Prabowo. “Kamu prajurit. Saya tidak pandang kamu anaknya siapa. Selama kamu di tentara, kamu harus turut aturan-aturan tentara. Kalau kamu tidak mau, kamu bisa saja keluar dari tentara lalu masuk partai.”
Sebagai anggota partai, kata Sintong, orang bisa menjadi bermacam-macam. “Mungkin di masa datang kamu bisa menjadi Menteri Pertahanan. Saya akan menghormati kamu. Itu tidak menjadi masalah bagi saya.”
Perkataan Sintong itu merujuk kepada seorang letnan Angkatan Darat Kerajaan Belanda yang keluar dari dinas militer, kemudian meniti karier politik dan menjadi Menteri Pertahanan.
Setelah pembicaraan itu, Sintong memerintahkan Prabowo kembali ke tempat. Ia memberi hormat dengan sigap kemudian meninggalkan ruangan. “Sejak saat itulah hubungan antara saya dan Prabowo yang semula sangat baik, menjadi putus,” kata Sintong.
Prabowo pun pindah ke Kostrad. Dia kembali ke Kopassus pada 1993. Dua tahun kemudian, dia menjabat Komandan Kopassus hingga tahun 1998. Setelah itu, dia menjabat Panglima Kostrad tapi hanya sebentar karena dipindahtugaskan sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI di Bandung. Karier militer Prabowo berakhir setelah diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Perwira karena dianggap bertanggung jawab atas penculikan aktivis Reformasi.
Prabowo kemudian terjun ke politik dengan mendirikan Partai Gerindra. Dia tiga kali bertarung dalam pemilihan presiden, namun gagal. Dan sekarang dia diangkat menjadi Menteri Pertahanan.