Namun, Letkol Luhut B. Pandjaitan, Komandan Detasemen 81/Antiteror Kopassandha, meminta agar wakilnya itu tidak dipindahkan ke Pussenif karena terlalu jauh dari Kopassandha. Dia menyarankan lebih baik dipindahkan ke Yonif 328/Raiders Kostrad.
KSAD pun mengganti surat perintah pemindahan Prabowo ke Kostrad. Surat perintah itu segera dikirim ke Komandan Kopassandha, Brigjen TNI Wismoyo Arismunandar. Namun, sampai serah terima jabatan kepada Sintong Panjaitan pada Mei 1985, pemindahan Probowo belum terlaksana.
Sintong kemudian memerintahkan Kolonel Bambang Sumbodo, Asisten 3/Personel, untuk membuat surat perintah pemindahan Prabowo dari Kopassandha ke Kostrad. Sintong menandatangani surat perintah itu.
Sintong mengaku tidak tahu awal mula pemindahan Prabowo karena baru pindah dari Pusat Pendidikan Kopassandha di Batujajar ke Mako Kopassandha di Cijantung. Dasar pemindahan Prabowo yang dilakukan Sintong semata melaksanakan surat perintah KSAD yang tersimpan di arsip Asisten Personel Kopassandha.
Saat itu, Prabowo menjabat Wakil Komandan Detasemen 81/Antiteror Kopassandha. Menurut Sintong, seharusnya setelah menerima surat perintah pemindahan, Prabowo cukup melapor kepada atasan langsung, Letkol Luhut B. Pandjaitan. Wakil komandan detasemen tidak perlu melapor kepada Komandan Kopassandha.
Menurut prosedur yang berlaku, kata Sintong, mereka yang dapat melakukan corps’ report kepada Komandan Kopassandha adalah para asisten, komandan grup, komandan detasemen, dan kepala dinas. Namun, Prabowo tetap minta waktu untuk corps’ report meskipun berlawanan dengan prosedur.
Sintong menerima Prabowo di ruang kerjanya. Prabowo menanyakan mengapa dipindahkan dari Kopassandha ke Kostrad.
“Dalam sejarah Korps Baret Merah,” kata Sintong, “belum pernah terjadi seorang anggota menanyakan kepada atasan mengapa ia dipindahkan. Di kalangan Korps Baret Merah, komandan sangat disegani oleh anak buahnya. Tidak seorang pun yang berani menanyakan mengapa ia dipindahkan.”