
Demonstrasi Paswalpres, Jakarta, Kamis (12/5/1983).
Di era Presiden Soeharto, selaku Panglima Tertinggi ABRI, sejak tahun 1970an melakukan pembenahan organisasi ABRI. Lewat Surat Perintah Menhankam Pangab No Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976, Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres) berada di bawah kendali Markas Besar ABRI.
Perkembangan selanjutnya, kata “pengawal” diganti dengan “pengamanan” karena mengandung makna keselamatan obyek yang harus diamankan, menjadi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Kendali operasionalnya berada di bawah badan intelijen ABRI (BAIS TNI) berdasarkan SK Pangab No Kep/02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988.

Meski belum dilantik sebagai Wakil Presiden RI, Ketua MPR H Adam Malik sejak Rabu (22/3/1978) dikawal Paswalpres.
Pada tahun 1993, lewat SK Pangab No Kep/04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 diadakan perubahan dimana Paspampres berada dibawah Pangab. Tugasnya melakukan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden (Grup A), Wakil Presiden (Grup B), tamu negara setingkat kepala negara, kepala pemerintahan dan keluarganya (Grup C), mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden beserta keluarganya (Grup D), termasuk undangan pribadi serta tugas protokoler khusus pada upacara kenegaraan yang dilakukan dilingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar.
Selain itu, Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung meresmikan Pataka (lambang kesatuan) Paspampres yang baru yaitu berbentuk tameng dengan gambar burung garuda di dalamnya yang dilingkupi padi dan kapas. Di bagian bawah tertulis moto “Setia Waspada”. (Kompas, Sabtu, 25/3/1995, hlm 11).

Presiden Soeharto melihat sepeda motor baru untuk Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres) di Bina Graha, Jakarta, Selasa (8/8/1972).
Dibalik Tugas Pengamanan
Sebanyak 200 pucuk senjata dan peralatan telekomunikasi dari pasukan Cakrabirawa, pengawal Presiden Soekarno, disita oleh dinas keamanan Aljazair. Saat itu mereka bertugas menyiapkan kedatangan Soekarno yang akan hadir ke Konferensi Asia Afrika II, 29 Juni 1965 di Aljazair.