Ditambahkan Mus, dia dan keluarganya masih menunggu hingga kondisi kembali kondusif.
"Untuk sementara kita di Sentani dulu, memang sebagian besar harta benda seperti tempat jualan dan sebagian rumah sudah hangus terbakar. Kalau kondisi aman, kita pasti kembali lagi untuk memulai usaha kita dari awal lagi," pungkasnya.
Sikap Mus diamini Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit, yang mengunjungi masyarakat Sumbar di Papua.
"Mereka juga tidak ingin pulang karena kalau pulang pun mereka mau kerja apa. Mereka bilang sudah lahir dan besar di Papua jadi ingin tetap tinggal di Papua, itu kata warga Minang yang saya temui di Wamena," kata Nasrul kepada wartawan, Minggu (29/09) malam di Jayapura.
Nasrul mengungkap warga Sumbar di Wamena berjumlah 981 orang dan 300 di antara mereka sudah mengungsi.
Keinginan pengungsi untuk kembali ke Wamena juga diutarakan Krisanthus Letsoin, asal Kepulauan Kei, Maluku—yang sejak 2008 mengabdi sebagai tenaga guru honorer di Kabupaten Yahukimo.
Kris dan keluarganya meninggalkan rumah mereka di Wamena dan mengungsi di Sentani, Jayapura, setelah Wamena dilanda kerusuhan.
"Kalau saya akan tetap kembali, sudah jadi tugas saya yang harus dilaksanakan. Di sana kekurangan guru, semua mata pelajaran saya ajarkan," kata Kris.
Bagaimanapun, Kris tidak menampik bahwa dirinya mengalami trauma sehingga masih memulihkan diri di tempat pengungsian di Sentani, Jayapura.
"Perasaan masih trauma. Di sini kita merasa aman sekali, ada lingkungan keluarga. Kita sudah baik," ujar Kris.