Fotokita.net - Bagi pegawai waktu jelang malam menjadi saat yang bikin bahagia. Maklum, usai penat bekerja seharian, mereka dapat kembali bersama keluarga tercinta.
Pada malam itu,Selasa (17/9/2019), suasana begitu sendu di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan.
Pegawai KPK satukan hati suarakan duka kepada publik. Mereka kibarkan bendera kuning sembari satu per satu keluar dari gedung.
Melalui disahkanya Revisi Undang-Undang KPK atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, para pegawai menganggap hilang sudah taring lembaga bentukan tahun 2002 ini untuk memberantas korupsi.
Biasanya dari sore menjelang malam, pegawai KPK mulai berjalan keluar gedung dan pulang ke rumah masing–masing, bertemu dengan keluarga yang sudah menunggu sedari pagi.

Unjuk rasa dari massa yang menyatakan dukungan atas revisi Undang-Undang KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019), diwarnai kericuhan karena massa membakar tumpukan karangan bunga dan memaksa masuk ke Kompleks Gedung Merah Putih.
Orasi duka cita pun dikumandangkan di depan puluhan awak media yang telah siaga dengan kamera dan alat perekamnya. Tidak ketinggalan, replika sebuah kuburan dipajang di tengah massa aksi.
Makam itu menandakan di dalam situlah jiwa KPK berbaring lemas tidak berdaya. Sampai pada akhirnya satu orang pegawai KPK beranikan diri berbicara kepada Ibu Pertiwi, bercerita tentang pilunya negeri ini lewat sebuah puisi.

Wakil Ketua DPR selaku Pimpinan Sidang Fahri Hamzah (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kanan) saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Pemerintah dan DPR menyepakati pengesahan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Kor
"Duka Ibu Pertiwi..
Bu, hari ini kami menangis lagi.
Meratapi bahwa lembaga harapan negeri habis digembosi.
Bicara korupsi memang tidak lagi memandang mana koalisi mana oposisi.
Karena bukti nyatanya KPK hari ini sudah selesai dihabisi.

Peserta aksi menaburkan bunga di atas replika pusara makam yang ditaruh di pintu masuk Gedung Merah Putih KPK, Selasa (17/9/2019).
Entah kemana pergi nurani dan logika, sampai sekarang kami bertanya–tanya.
Masih pantaskah berbaik sangka kepada mereka yang begitu nafsu bermufakat dalam senyap?
Apakah mereka buta? apakah mereka tuli? apakah mereka bisu dari yang rakyat suarakan?"
Sang pembaca puisi berhenti sejenak dan suasana mendadak hening. Ada satu, dua, atau mungkin tiga orang terdengar sesegukan menahan tangis karena puisi itu.

Menkumham Yasonna Laoly (kanan) bersiap menyerahkan dokumen pandangan akhir pemerintah terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Wakil Ketua DPR selaku pimpinan sidang Fahri Hamzah (kedua kiri), disaksikan Ketua DPR Bambang Soesatyo (kir
Sembari diiringi lantunan musik dari lagu "Ku Lihat Ibu Pertiwi" dengan halus, sang pembaca puisi melanjutkan puisinya.
"Buu…. Nestapa ini bukan yang pertama.
Kami pun juga tahu ke depan medan makin terjal dan berliku.
Namun kita tidak boleh terhenti karena perjalanan belum usai.
Kami pun percaya masih banyak, masih banyak yang bersama kami, berjuang demi Ibu Pertiwi”

Aksi demo yang berujung rusuh antara massa yang mengatasnamakan Himpunan Aktivis Milenial Indonesia serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan Cinta NKRI dengan para pegawai KPK bahkan dengan media massa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).
Musik pun seketika mengeras, sontak semua menyanyikan lagu "Kulihat Ibu Pertiwi" untuk menutup puisi nan pilu itu.
Puisi itu mungkin tidak bisa mengubah apa-apa. Namun setidaknya itu curahan hati mereka mengenai lembaga kokoh yang menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi.
Dengan UU KPK yang telah disahkan, akan seperti apa kinerja KPK kemudian hari?

Warga memotret tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Penutupan tulisan KPK dengan kain hitam yang dilakukan sejak Minggu (8/9/2019) itu merupakan bagian dari aksi simbolis jajaran pimpinan hingga pegawai KPK jika rev
Apakah akan ada nama nama besar lagi yang diburu karena korupsi? Apakah kasus yang mangkrak akan dilanjutkan kembali? Atau malah jadi mati suri?
Seperti kita ketahui Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui menjadi undang-undang?" tanya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memimpin sidang paripurna pada Selasa (17/9/2019).
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir.
Pengesahan Undang-Undang KPK ini merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat.

Wakil Ketua DPR selaku pimpinan sidang Fahri Hamzah (kedua kanan) mengetuk palu didampingi Ketua DPR Bambang Soesatyo (kedua kiri) dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kanan) dan Utut Adianto (kiri) saat mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) d
Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.
Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.
Kemudian, Presiden Joko Widodo mengirim surat presiden sebagai tanda persetujuan pemerintah untuk membahas revisi UU KPK bersama DPR pada 11 September 2019.

Para petugas Sabhara beserta Brimob dari kepolisian yang bertugas di KPK saat aksi demo yang berujung rusuh antara massa yang mengatasnamakan Himpunan Aktivis Milenial Indonesia serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan Cinta NKRI dengan para pegawai KPK bahkan dengan media massa di Gedung Merah Pu
Pembahasan berlanjut pada 12 September 2019 saat perwakilan pemerintah membahasnya bersama Badan Legislasi DPR.
Hingga kemudian, pimpinan DPR menyetujui pengesahan revisi UU KPK menjadi UU KPK pada rapat paripurna, Selasa (17/9/2019).

Menkumham Yasonna Laoly (kanan) berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR selaku pimpinan sidang Fahri Hamzah (ketiga kanan), disaksikan Ketua DPR Bambang Soesatyo (kedua kiri) dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kedua kanan), dan Utut Adianto (kiri) usai menyampaikan pandangan akhir pemerintah terhadap rev