Terlebih saat itu Pertamina sedang menikmati hasil keuntungan yang bagus, akibat harga minyak dunia yang tinggi. Tentunya tidak sulit bagi Soeharto untuk membangun Batam menjadi kota yang dapat menyaingi Singapura.
Tahun 1971, Soeharto pun menugaskan Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo untuk membangun Batam, pertimbangannya karena wilayah Batam dekat dengan daerah operasi Pertamina di Natuna.
Pertamina membangun Batam menjadi lokasi logistik penyimpanan pipa untuk kebutuhan perminyakan. Baru dua tahun membangun Batam, Pertamina kesulitan keuangan.
Sehingga di tahun 1973 Soeharto meminta BJ Habibie mengambil alih pengembangan Batam dari Pertamina. BJ Habibie meminta agar pengembangan Batam diubah.
Dia ingin pengembangan Batam dilakukan dengan caranya sendiri dan Soeharto menyetujuinya. Untuk bisa mengalahkan Singapura, luas Pulau Batam yang hanya 75 persen dari negara tersebut harus ditambah. Makanya dia memperluas daerahnya ke pulau lain di sekitarnya yakni Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru, dengan membangun enam Jembatan Barelang.
Sebagai konseptor dan orang pertama yang menjadi Kepala Otorita Batam (BP Batam), BJ Habibie ingin Batam menjadi wilayah khusus ekonomi.