Follow Us

Tanpa Yogyakarta, Republik Indonesia Tak Akan Pernah Ada. Lihat Foto-foto Keteladanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang Wajib Kita Tahu

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Sabtu, 07 September 2019 | 21:46
Presiden Indonesia pertama Soekarno (duduk, kedua dari kiri) diapit Sri Sultan HB IX (kanan). Bettma
Zika Zakiya

Presiden Indonesia pertama Soekarno (duduk, kedua dari kiri) diapit Sri Sultan HB IX (kanan). Bettma

Fotokita.net - Sultan Hamengku Buwono IX adalah Raja Kesultanan Yogyakarta yang naik takhta pada 1940 hingga wafatnya pada 1988. Sultan Hamengku Buwono IX merupakan ayah dari Sultan Hamengku Buwono X, sekaligus Gubernur DIY saat ini.

Sultan Hamengku Buwono IX pernah menduduki berbagai jabatan penting pemerintahan, mulai dari sejumlah posisi menteri, wakil perdana menteri, hingga wakil presiden pada periode 1973-1978.

Baca Juga: Usai Komunikasi dengan Nyai Roro Kidul, Sri Sultan Hamengkubuwono IX Telah Ramalkan Ada Peristiwa G30S/PKI

Sikap patriotik Sultan Hamengku Buwono IX perlu dijadikan teladan generasi muda. Kisah kepahlawanannya jangan berhenti sebagai sejarah.

Nilai-nilai yang terdapat dalam kisah tersebut hendaknya diinternalisasi kepada generasi muda demi memunculkan pahlawan-pahlawan baru masa kini.

Presiden Soekarno (tengah) dan Wakil Presiden Mohammad Hatta (kiri) membuka Pekan Olahraga Angkatan Perang di Stadion Ikada Jakarta, September 1952. Hadir di panggung kehormatan Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX (kanan).
ARSIP HARIAN KOMPAS

Presiden Soekarno (tengah) dan Wakil Presiden Mohammad Hatta (kiri) membuka Pekan Olahraga Angkatan Perang di Stadion Ikada Jakarta, September 1952. Hadir di panggung kehormatan Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX (kanan).

Hal tersebut dibahas dalam diskusi publik bertajuk ”Peringatan Amanat 5 September 1945”, di Gedung Punakawan, Eks Balai Kota Yogyakarta, Yogyakarta, Sabtu (7/9/2019). Acara tersebut turut dihadiri dua putri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu dan GKR Maduretno.

Kanjeng Pangeran Haryo Yudahadiningrat, Wakil Penghageng II Parentah Hageng Keraton Yogyakarta, menyampaikan, sumbangsih Sultan Hamengku Buwono IX sangat besar dalam menjaga kemerdekaan Indonesia.

Tidak hanya memberikan tenaga, tetapi juga materi demi memastikan negara ini bisa tetap berdiri di tengah kesusahannya kala itu.

Baca Juga: Demi Dapat Berkah dari Nyai Roro Kidul, Raja Mataram Lakukan Ritual Kejam Ini...

”Tanpa Yogyakarta, Republik Indonesia tidak akan pernah ada. Itu pengorbanan luar biasa yang dilakukan Sultan Hamengku Buwono IX,” kata Yudahadiningrat, yang menjadi pembicara kunci dalam acara tersebut.

Adanya Amanat 5 September 1945 juga menunjukkan dukungan Keraton Yogyakarta terhadap kemerdekaan Indonesia. Lewat amanat tersebut, Hamengku Buwono IX bersama Paku Alam VIII mengakui keberadaan Indonesia sebagai sebuah negara baru dan menyatakan bergabung dengan negara yang baru lahir tersebut.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX memperdaya Jepang sehingga rakyat Jogja lolos dari program romusha.
kolase ist

Sri Sultan Hamengku Buwono IX memperdaya Jepang sehingga rakyat Jogja lolos dari program romusha.

Yudahadiningrat menyampaikan, hal itu pula yang mendasari sifat keistimewaan Yogyakarta. Daerah yang semula otonom dan punya pemerintahan sendiri melalui kepemimpinan Keraton Yogyakarta, lalu mendukung dan menyatakan bergabung dengan Indonesia.

Perjuangan yang dilakukan juga berupa proklamasi kemerdekaan yang kedua pada 30 Juni 1949. Setelah proklamasi pertama, terdapat berbagai upaya pendudukan kembali oleh Belanda terhadap Indonesia sehingga pemerintahan dipindahkan sementara waktu ke Yogyakarta. Selain itu, Belanda juga membentuk narasi bahwa Indonesia belum merdeka.

Baca Juga: Terjadi 15 Tahun Lalu, Kenali Zat yang Membungkam Aktivis HAM Munir Thalib di Udara untuk Selamanya...

Gedung Agung Yogyakarta, salah satu Istana Kepresidenan Indonesia
Twitter.com/setkabgoid via travel.tribunnews.com

Gedung Agung Yogyakarta, salah satu Istana Kepresidenan Indonesia

Proklamasi kedua menjadi langkah penegasan bahwa Indonesia merupakan negara berdaulat yang diakui. Hal itu dilakukan sambil menanti kembalinya Soekarno dan sejumlah menteri dari tempat pengasingan ke Yogyakarta.

Beni Suharsono, Paniradya Keistimewaan, mengatakan, sejarah dan teladan yang dicontohkan Hamengku Buwono IX tidak boleh dilupakan. Peristiwa Amanat 5 September 1945 itu perlu diaktualisasikan dengan konteks kekinian. Bentuk yang tepat dalam menerjemahkan semangat tersebut yang harus dicari.

”Kami ingin menerjemahkan nilai-nilai yang ditanamkan itu sesuai dengan generasi berikutnya. Ruang yang kosong ini harus diisi menjadi lebih komplet dan bergulir pada pemberdayaan masyarakat,” kata Beni.

Baca Juga: Demi Dapat Like Banyak di Media Sosial, Orang-orang Ini Rela Lakukan Hal yang Tak Masuk Akal. Hasilnya, Foto-foto yang Bikin Kita Tertawa Terbahak

Kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho mengungkapkan, internalisasi nilai luhur dari Hamengku Buwono IX itu penting. Sejarah tersebut harus selalu diulang dan disalurkan pengetahuannya kepada generasi muda. Sikap pengorbanan itu hendaknya mampu menginspirasi para penerus bangsa untuk menjadi pionir yang rela berkorban memajukan daerahnya. Hal tersebut merupakan bentuk kepahlawanan dalam konteks kekinian.

Aris menambahkan, event atau ajang kebudayaan mampu menjadi salah satu opsi yang digunakan untuk menginternalisasi sejarah tersebut. Bisa berupa diskusi publik, sarasehan, ataupun pertunjukan teaterikal yang fungsinya merawat ingatan tentang teladan tokoh bangsa.

Harapannya, hal itu bisa disambungkan dengan momen perayaan kemerdekaan mengingat konteks sejarah yang hendak direvitalisasi erat kaitannya dengan berdirinya Indonesia. (Nino Citra Anugrahanto/Kompas.id)

Source : Kompas.id

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest