Follow Us

Jalan Terjal Pejuang Lokal Melawan Abrasi Pesisir Utara Pulau Madura

Agni Malagina - Jumat, 08 Februari 2019 | 07:15
Senja di Taman Pendidikan Bakau Labuhan.
Sigit Pamungkas

Senja di Taman Pendidikan Bakau Labuhan.

Fotokita.net - Desa Labuhan yang terletak di pesisir utara Pulau Madura merupakan sebuah desa kecil berpenduduk tak kurang dari 400 kepala keluarga di Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan. Alkisah, menurut kepercayaan warga, kampung di bibir pantai utara Madura dahulu merupakan tempat singgah kapal-kapal dagang dari Tiongkok dan Jawa yang membawa penumpang serta barang-barang kebutuhan sehari-hari dari berabad silam hingga paling tidak pertengahan abad 20.

Pesisir Labuhan memiliki garis pantai sepanjang hampir 2 km, pasir berwarna krem dan putih halus dan pemandangan pantai dengan kegiatan warga yang berprofesi sebagai nelayan seolah menambah lengkapnya lanskap budaya di wilayah desa Labuhan.

Baca Juga : Lihat Foto Keren Raisa Widjaja, Cucu Konglomerat Eka Tjipta Widjaja

Sebagai desa yang terletak di bibir pantai, risiko abrasi pun menjadi ancaman bagi warga. Selama hampir 15 tahun, daratan pantai Labuhan sudah terkikis habis hampir 100 meter. Penyebabnya antara lain karena pantai tak lagi terlindungi oleh pohon bakau yang sempat ditebangi oleh masyarakat sekitar Kecamatan Sepulu untuk digunakan sebagai kayu bakar dan pakan ternak, serta menjadi lahan kritis sejak hektaran tambak udang windu era 1990an tutup dan terlantar.

Hal ini kemudian menyebabkan PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) di bawah pimpinan Kuncoro Kukuh (President/General Manajer) bergiat melakukan penanaman bakau pada tahun 2013 bersama Bupati Bangkala yang memimpin waktu itu, Makmun Ibnu Fuad.

Tak hanya itu, Pertamina bergerak bersama local hero desa Labuhan dan komunitas warga setempat untuk konservasi lingkungan wilayah tersebut. PHE WMO yang berkantor pusat di Gresik pun melakukan pendampingan intensif sejak tahun 2014 terkait pembibitan dan penanaman mangrove serta cemara laut bersama warga. Perusahaan minyak dan gas ini juga turut menginisiasi dan mendirikan Taman Pendidikan Bakau Labuhan (Labuhan Mangrove Education Park) yang dikelola oleh sebuah organisasi kelompok masyarakat desa Labuhan—Kelompok Tani Mangrove “Cemara Sejahtera”.

Menanam bakau bersama-sama.
Sigit Pamungkas

Menanam bakau bersama-sama.

Mohammad Sahril, seorang pria kelahiran Telaga Biru-Tanjung Bumi, empat puluh tujuh tahun silam, kini telah menjadi penduduk desa Labuhan setelah kembali dari perantauannya di negeri jiran. Ia sempat menjadi tenaga kerja di Malaysia sejak tahun 2000 sampai tahun 2002. Sekembalinya ke tanah air, ia merantau selama hampir 6 tahun di Pemanukan Jawa Barat. Selesai merantau ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan memulai karirnya sebagai perangkat desa pada tahun 2009. Perjumpaannya dengan pimpinan PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore mengubah hidupnya menjadi seorang pelopor pelestari lingkungan hidup di desanya.

“Saya pulang ingin membangun desa,” ujar Sahril. Bersama sembilan orang rekannya, diantaranya adalah Kepala Desa Labuhan—Supriyadi yang sering disebut Pak Klebun. Mereka memulai usaha penanaman bakau dan cemara laut. Usaha yang dimulai sejak tahun 2013 tersebut dimulai dengan kegiatan studi banding ke Mangrove Centre Tuban pada tahun 2014.

“Sebelumnya Pertamina telah memberi bantuan lampu navigasi tahun 2012. Lalu dengan bantuan Pertamina, kami berangkat belajar ke Tuban, di sana belajar pembibitan, penanaman. Lalu tahun 2015 ke Bali, di sana kami belajar bagaimana memanfaatkan mangrove. Bisa untuk dikonsumsi misal dimakan dan menjadi campuran kopi,” ujar Sahril yang saat ini menjadi pembina kelompok penanam mangrove dan cemara laut di desa Masaran, sisi barat Labuhan—Kelompok Payung Kuning (Pajong Koneng).

Tanaman bakau.
Sigit Pamungkas

Tanaman bakau.

Tak lama setelah kunjungan ke Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Bali, mereka mulai mengembangkan penggunaan daun-daun muda bakau jenis Avicennia marina atau yang sering disebut ‘api-api’ untuk bahan makanan urab sayuran dan campuran kopi. “Ibu-ibu menggunakan daun muda dari jenis api-api dicampur kecambah dan kelapa parut yang dibumbui. Sedangkan bijinya digunakan untuk campuran kopi, Ustads Misnawar dan istrinya yang mengelola pembuatan kopi bakau, beliau juga ketua Kelompok Cemara Sejahtera,” jelas Sahril. PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore turut membantu dengan membeli produk kopi bakau Labuhan secara rutin setiap bulan ungkapnya lebih lanjut.

Selanjutnya, Sahril mengisahkan bahwa awal perjuangannya bersama rekan-rekannya bukanlah hal mudah. Terutama untuk mengajak masyarakat sekitar kawasan Labuhan untuk menghentikan penebangan bakau, monitoring wilayah supaya tidak ada penembakan burung, dan menjaga ekosistemnya. Tak lelah mereka membuat sosialisasi. “Kita libatkan langsung masayarakat. Sosialisasi, edukasi, memelihara, dan pemanfaatan. Saya selalu bilang, kalau mangrove itu tempat ikan dan kepiting bertelur. Kalau mereka bertelur kita bisa menangkap ikan dan menjualnya. Kalau mangrove ditebang nanti tidak ada ikan yang bertelur. Ya, saya bilang, mangrove itu tempat rejeki,” ujar Sahril ketika mengisahkan kendala-kendala yang ia hadapi.

Hutan bakau mengundang banyak ikan dan kepiting untuk bertelur.
Sigit Pamungkas

Hutan bakau mengundang banyak ikan dan kepiting untuk bertelur.

“Kadang kami diejek juga, tapi ya jalan terus,” kenang Sahril. “Dari situ kami juga mengembangkan kepiting soka berkulit lunak. Sementara ini kelompok kami membeli bibit kepiting bakau dari warga di sekitar mangrove Labuhan, lalu kami ternakan di dalam bubu, dengan tehnik moulting (ganti kulit). Satu kepiting bibit menghasilkan satu kepiting soka, hasilnya sangat menguntungkan. Kami punya 1.500 bubu,” terang Sahril yang menceritakan tentang ternak kepiting soka yang ditekuni oleh kelompok Cemara Sejahtera. Ia menjelaskan bahwa pesanan-pesanan cukup banyak. Ternak kepiting soka mereka lakukan mulai akhir bulan Oktober selama musim air cukup. Sedangkan pada bulan Agustus hingga Oktober, mereka mengalami masa kekurangan air.

Dari kegiatan penanaman bakau dan cemara laut yang dilakukan oleh warga dengan pendampingan dari PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, kegiatan-kegiatan di tempat penanaman bakau Labuhan menjadi pusat edukasi. Tak lama setelah program penanaman bakau berlangsung, didirikanlah Taman Pendidikan bakau Labuhan (Labuhan Mangrove Education Park) yang bertujuan sebagai pusat edukasi bakau di Labuhan dan Kabupaten Bangkalan. Tak heran, Labuhan menjadi tujuan bagi siswa sekolah PAUD, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi untuk mengenal dan belajar tentang mangrove.

Sahril menyebutkan bahwa sejak tahun 2015 pusat penanaman bakau Labuhan telah menjadi tempat tujuan pendidikan bakau dan sifatnya terbatas. Sedangkan pada bulan September tahun 2016, tempat tersebut dibuka untuk umum. Hampir selama dua tahun Sekolah Mangrove Labuhan berkembang dan ramai dikunjungi penduduk lokal maupun luar kota. Jumlah kunjungan semakin ramai ketika Lebaran dan hari libur. “Jika hari sepi, rata-rata 50 sampai 100 orang pengunjung, kalau hari ramai musim libur dan Lebaran, ya itu ramai sekali,” ujar Sahril.

Belajar langsung di hutan Bakau.
Sigit Pamungkas

Belajar langsung di hutan Bakau.

Perkembangan Tempat Penanaman Mangrove Labuhan menjadi kisah sukses bagi Sahril dan rekan-rekannya yang mendapatkan insentif ekonomi cukup baik, anggota kelompoknya pun terus berkembang berbarengan dengan jumlah partisipasi warga yang terlibat. Sahril menyebutkan, ”Sekitar 50 orang anggotanya, kami bekerja sesuai kewajiban. Ada seksi administrasi, kuliner, keamanan, sampai parkir. Pembagian hasilnya jelas berdasarkan kesepakatan. Kami juga sudah membantu wilayah lain menanam mangrove seperti di Tanjung Bumi.”

Lebih lanjut, menurutnya sejak tahun 2017 hingga saat ini mulai dilakukan pengembangan kawasan sebelah barat Labuhan yaitu desa Masaran untuk kawasan penanaman bakau, cemara laut dan konservasi terumbu karang. Semangatnya masih sama, menjadikan daerah bagian barat Labuhan menjadi daerah konservasi berbasis pemberdayaan masyarakat.

Baca Juga : Deretan Foto Udara Ini Bikin Kita Melongo Soal Banjir Makassar

“Peran Pertamina sangat besar sampai saat ini, kami akan tetap menanam mangrove, hanya dengan cara itu kami melindungi diri dari abrasi. Mangrove menjadi tempat yang baik untuk ikan dan kepiting, juga menjadi tempat singgah migrasi burung-burung, penetralisir air, juga jadi tempat dengan sirkulasi udara yang baik,” jelas Sahril. Ia masih berharap dapat mencari bibit muda generasi penerus Labuhan yang akan melanjutkan kegiatan pelestarian di kawasan penanaman bakau Labuhan seluas 7 hektare tersebut. “Untuk masa depan kami dan anak cucu,” pungkasnya.

Source : nationalgeographic.co.id

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest