Keinginan Jokowi Revisi Aturan Terkabul Lewat UU Cipta Kerja, Seller Jual Gedung DPR dan Isinya Rp 666 di Tokopedia, Begini Respons Manajemen

Rabu, 07 Oktober 2020 | 17:54
Kompas.com

Gedung dpr

Fotokita.net -Keinginan Jokowi revisi aturan terkabul lewat UU Cipta Kerja, seller jual Gedung DPR dan isinya Rp 666 di Tokopedia, begini respons manajemen.

Keinginan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan omnibus law yang dapat merevisi banyak undang-undang sekaligus akhirnya terwujud melalui pengesahan UU Cipta Kerja.

Jika melihat ke belakang, keinginan Presiden Jokowi ini sudah disampaikan sejak ia dilantik bersama Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden RI 2019-2024 pada 20 Oktober 2019.

Dalam pidatonya seusai pelantikan, Presiden Jokowi menyoroti tumpang tindih pada berbagai regulasi yang menghambat investasi serta pertumbuhan lapangan pekerjaan.

Baca Juga: Bukan Hanya UU Cipta Kerja, Inilah Deretan Aturan yang Bikin Rakyat Turun ke Jalan Selama Jokowi Berkuasa

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyampaikan niatnya untuk mengajak DPR menyusun omnibus law, sebuah UU sapu jagat yang bisa merevisi banyak UU.

"Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus," kata Kepala Negara saat itu.

Tidak lama setelah pidato itu, Presiden Jokowi langsung memerintahkan jajarannya untuk membuat draf omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.

Baca Juga: Ada 8 Poin Jadi Sorotan Buruh, Ternyata Begini Alasan Jokowi Tantang DPR Ketok Palu UU Cipta Kerja dalam 100 Hari

Saat penyusunan draf masih berjalan di tingkat pemerintah, Presiden Jokowi bahkan sudah menyampaikan harapannya ke DPR agar bisa merampungkan pembahasan RUU ini dalam 100 hari.

"Saya akan angkat jempol, dua jempol, kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari," ujar Presiden Jokowi dalam pertemanan tahunan industri keuangan 2020 pada pertengahan Januari.

Pada 12 Februari 2020, draf RUU Cipta Kerja yang disusun oleh pemerintah akhirnya rampung.

Baca Juga: Didemo Buruh Sampai Harus Turun ke Jalan, Apa Itu Omnibus Law RUU Cipta Kerja? Inilah Penjelasan Lengkapnya

Pemerintah mengeklaim, penyusunan RUU tersebut sudah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengusaha dan buruh.

Melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, draf RUU tersebut diserahkan kepada DPR.

Pemerintah sempat mengubah nama RUU itu menjadi RUU Cipta Kerja. Kata "lapangan" dalam penamaan sebelumnya diputuskan untuk dihapus. RUU ini kemudian mulai dibahas DPR pada 2 April 2020 dalam Rapat Paripurna ke-13.

Sejak awal, RUU ini langsung mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, khususnya kaum buruh. Sebab, banyak aturan yang dianggap bisa memangkas hak buruh dan menguntungkan pengusaha.

Pada 24 April, Presiden Jokowi mengumumkan pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU Cipta Kerja khusus untuk klaster ketenagakerjaan.

Keputusan diambil untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Sebelum mengumumkan keputusan tersebut, Presiden Jokowi diketahui sempat bertemu dengan tiga pimpinan serikat buruh.

Baca Juga: Pernah Dikasih Tasbih Langka, Ustadz Abdul Somad Ucapkan Belasungkawa untuk Bupati yang Meninggal Karena Covid-19: Beliau Orang Baik

"Penundaan ini untuk memberikan kesempatan ke kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata Presiden Jokowi.

Dengan keputusan penundaan tersebut, maka buruh pun membatalkan aksi unjuk rasa besar-besaran.

Klaster ketenagakerjaan akhirnya kembali dibahas oleh DPR dan pemerintah pada 25 September. Setelah itu pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR terus dikebut.

Proses pembahasannya relatif berjalan mulus. Untuk meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi UU, anggota Dewan sampai rela melakukan rapat maraton.

Selama sekitar tujuh bulan pembahasan, rapat dilakukan sebanyak 64 kali, termasuk pada dini hari, akhir pekan, hingga saat reses.

Pembahasan selesai dan akhirnya RUU ini dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai UU pada Senin (5/10/2020). Para buruh pun melakukan aksi untuk menolak pengesahan tersebut.

Baca Juga: Ketiduran Nunggu Giliran Dipanggil, Mahasiswa Ini Ikut Wisuda Tanpa Mandi Hingga Lupa Pakai Celana, Komentar Orangtuanya Jadi Sorotan

Satu jam sebelum rapat paripurna dimulai, Presiden Jokowi sempat menerima dua pemimpin serikat buruh ke Istana, yakni Presiden KSPI Said Iqbal beserta Presiden KSPSI Andi Gani.

Kedua pentolan buruh tersebut mengutarakan sejumlah pasal yang dinilai merugikan buruh sehingga pengesahan RUU Cipta Kerja harus ditunda.

Namun, rupanya pertemuan itu tak mengubah apa pun. Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU tetap dilaksanakan di Gedung DPR.

Dalam rapat pengesahan itu, Fraksi Partai Demokrat dan PKS tetap pada sikapnya untuk menolak RUU sapu jagat itu.

Namun, suara dua fraksi tersebut kalah oleh tujuh fraksi lainnya yang mendukung RUU ini disahkan, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.

Meski sempat terjadi interupsi dan walkout dari Fraksi Demokrat, akhirnya RUU Cipta Kerja pun disahkan menjadi UU.

Sementara di luar ruang sidang, buruh masih menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah untuk menolak pengesahan tersebut.

Baca Juga: BLT Subsidi Gaji Mulai Transfer 5 Oktober, Jutaan Pekerja Gagal Terima Bantuan Rp 600 Ribu Karena Masalah Sepele Ini

Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih menuturkan bahwa pertimbangan uji materi tersebut merupakan salah satu langkah litigasi dalam melanjutkan perlawanan menolak UU Cipta Kerja.

"Tidak menutup kemungkinan bakal melakukan judicial review. Judicial review menjadi penekanan kami saat ini," ujar Jumisih saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

Rencana pengajuan judicial reviewjuga akan dilakukan organisasi buruh di bawah kepemimpinan Andi Gani Nena Wea, KSPSI.

Andi menyebukan, sejumlah pengacara top sudah bersedia membantu buruh melayangkan gugatan ke MK.

"Ketika DPR memutuskan itu menjadi UU, memang enggak ada langkah lain bagi kami selain gugat di MK," ujar Andi.

Baca Juga: Harta Tommy Soeharto Tak Bakal Habis 7 Turunan, Penyanyi Cantik Ini Gagal Nikah dengan Pangeran Cencana Karena Terganjal Restu Calon Ibu Mertua, Apa Kabarnya Sekarang?

Menanggapi serangkaian penolakan itu, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah meminta para pekerja dan buruh membaca UU Cipta Kerja terlebih dahulu secara utuh.

Ia mengeklaim, banyak aspirasi pekerja yang diakomodasi pemerintah dalam UU Cipta Kerja sehingga aksi mogok nasional dinilainya tak lagi relevan.

"Pertimbangkan rencana mogok ulang itu. Baca secara utuh UU Cipta Kerja.

Banyak sekali aspirasi teman-teman yang kami akomodasi," kata Ida melalui keterangan tertulis yang diunggah di akun Instagram Kementerian Tenaga Kerja, Selasa (6/10/2020).

Baca Juga: Kabar Gembira Masih Terbuka Bantuan Tunai Rp 2,4 Juta Cuma Isi NIK KTP, Tapi Bagi yang Sudah Ditransfer Harus Segera Tarik Dana, Begini Alasannya

Beberapa aspirasi pekerja yang diakomodasi di dalam UU itu, misalnya ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), tenaga kerja alih daya (outsourcing), serta syarat PHK dan upah yang masih mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ia pun mengatakan bahwa UU Cipta Kerja juga masih mengakui adanya upah minimum kota/kabupaten (UMK).

Kendati demikian, Ida menyadari bahwa tidak semua aspirasi para buruh dan pekerja dapat diakomodasi pemerintah dan DPR.

Baca Juga: Bisa Diperintah Jokowi Sewaktu-waktu, Begini Deretan Kehebatan Pasukan Paling Elit TNI yang Jadi Kebanggaan Panglima TNI Hadi Tjahjanto: Keberhasilan Operasi Dekati 100 Persen

Setelah pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR menuai gelombang protes dari buruh dan mahasiswa, baru-baru ini media sosial Twitter ramai memperbincangkan mengenai e-commerce yang menjual Gedung DPRbeserta isinya.

Salah satunya di Tokopedia, ada seller yang menjual Gedung DPR seisi-isinya sebesar Rp 666.

Menanggapi hal itu External Communication Senior Lead TokopediaEkhel Chandra Wijaya mengatakan Tokopediaakan menindak tegas segala penyalahgunaan pada platform Tokopedia.

Kompas.com

Gedung DPR Dijual di E-Commerce, Manajemen: Akan Menindak Tegas

"Saat ini kami terus menindaklanjuti laporan tersebut sesuai prosedur dan kami akan menindak tegas segala penyalahgunaan pada platform Tokopedia," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/10/2020).
Menurut dia walaupun Tokopediabersifat UGC atau penjual bisa mengunggah produk secara mandiri, Tokopediaterus proaktif untuk melakukan penjagaan segala aktivitas dalam platform tersebut berdasarkan hukum yang berlaku.

Baca Juga: Najwa Shihab Dipolisikan Tim Relawan Bersatu Karena Kursi Kosong, Seknas Jokowi Malah Tak Setuju Tindakan Itu, Begini Alasannya

Tokopedia
Tokopedia

Gedung DPR di jual seharga Rp 100 ribu

Dia bilang pihaknya telah memiliki fitur Pelaporan Penyalahgunaan yang dimana masyarakat dapat melaporkan produk yang melanggar, baik aturan penggunaan platform Tokopediamaupun hukum yang berlaku di Indonesia.

Sementara itu berdasarkan pantauan Kompas.com pukul 12.50 WIB, seller yang menjual gedung DPR tersebut sudah di take down alias sudah diturunkan. Gedung DPRdijual melalui platform Tokopediaseiring dengan pengesahan UU Cipta Kerja. (*)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma