Fotokita.net-Setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998 kerusuhan bernuansa rasial terjadi yang seolah mengalihkan perhatian mahasiswa dalam menuntut mundurnya Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia.
Dilansir dari buku Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah yang Tak Terungkap (2016), berbagai elemen aksi mahasiswa kemudian menyatukan gerakan.
Mereka yang bergerak antara lain dua kelompok mahasiswa Universitas Indonesia, yaitu Senat Mahasiswa UI dan Keluarga Besar UI.
Pada 18 Mei 1998, mereka memutuskan bergerak menuju DPR untuk bergabung dengan kelompok mahasiswa lain yang sejak pagi mengepung gedung DPR/MPR. Kelompok itu antara lain Forum Kota, PMII, HMI, dan KAMMI.
Soeharto kapok
Soeharto pada 19 Mei 1998 itu belum resmi mundur, tetapi ketika pertemuan dengan para tokoh berlangsung, ia mengaku enggan dicalonkan lagi bahkan kapok menjadi Presiden.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Yayasan Paramadina mendiang Nurchloish Madjid yang mengikuti pertemuan tersebut.
"Pak Harto akan tidak mau dicalonkan lagi. Bahkan Pak Harto sempat guyon: saya ini kapok jadi Presiden. Itu sampai tiga kali, saya bilang kalau orang Jombang itu bukan kapok, tapi tuwuk (kekenyangan)," ujar alm. Nurcholis.
Presiden Soeharto
Nucholis mengatakan, keputusan Presiden Soeharto untuk membentuk Komite Reformasi, Kabinet Reformasi, dan melaksanakan pemilu segera merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan saat ini.
Bahkan, Presiden Soeharto disebutkannya bersedia didikte kata demi kata.
Misalnya, untuk pelaksanaan pemilu yang harus secepat-cepatnya. Presiden Soeharto mengatakan, kedudukannya sebagai presiden bukanlah hal yang mutlak.
Dengan demikian, ia pun tak mempermasalahkan apabila harus mundur sebagai presiden.
Bahkan, sebelum terpilih menjadi Presiden RI periode 1998-2003, ia pun mengingatkan, apakah benar dirinya masih mendapat kepercayaan dari rakyat Indonesia.
"Apa benar rakyat Indonesia masih percaya pada saya, karena saya sudah 77 tahun.
"Agar dicek benar-benar, daripada semuanya itu," kata dia.
Menurut Soeharto, seluruh kekuatan sosial politik, PPP, PDI, Golkar maupun ABRI mengatakan rakyat masih menghendakinya untuk menjadi Presiden saat itu.
Presiden Soeharto
Oleh karena itu, ia pun menerima amanat itu kembali dengan rasa tanggung jawab.
Namun hal tersebut diterima bukan karena kedudukan, tetapi justru karena tanggung jawab.
"Baiklah, kalau demikian, tentu saya terima dengan rasa tanggung jawab.
"Jadi, saya terima bukan karena kedudukannya, tetapi karena tanggung jawab," kata dia.
"Lebih-lebih pada saat kita menghadapi kesulitan akibat berbagai krisis tersebut.
"Rasa-rasanya kalau saya meninggalkan begitu saja, lantas bisa dikatakan, "tinggal gelanggang colong playu".
Berarti meninggalkan keadaan yang sebenarnya saya masih harus turut bertanggung jawab," tutur Soeharto.
Hal itu pula yang membuat Soeharto akhirnya menerima dengan rasa tanggung jawab mandat yang diberikan MPR tersebut.
Pidato Presiden Soeharto tahun 1995 tentang Indonesia pada 2020.
"Karena itu, pada waktu itu, sekali lagi saya terima dengan rasa tanggung jawab, semata-mata terhadap negara dan bangsa Indonesia ini.
"Sekarang, ternyata baru saja timbul yang mutlak, karena itu tak masalah bila harus mundur," kata dia.
Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, pada tahun 1995 ternyata telah memprediksi keadaan Indonesia pada 2020.
Bukan sekedar ramalan, namun ternyata itu benar dan harus dijalankan agar Indonesia selamat dari krisis.
Yaitu anak muda Indonesia harus mencintai produk-produk dalam negeri.
Ramalan itu disampaikan Soeharto pada tahun 1995 lalu.
Dalam video itu tampak Soeharto menyampaikan sebuah pidato.
Pidato itu berisikan ajakan mencintai produk dalam negeri.
"Anak-anak pelajar sekarang harus disiapken benar-benar untuk mencintai tanah air, untuk mencintai produk dalam negeri," ucap Soeharto dalam video itu.
"Maka para remaja yang sekarang nanti akan hidup di tahun 2020, akan menjadi benteng untuk mempertahanken daripada kelangsungan hidup negara dan bangsa," lanjut Soeharto.
Ibu Tien Soeharto
Alasannya agar para pemuda tidak mudah kesengsem pada produk luar negeri yang harganya murah.
"Sebab kalau daripada para pemuda nanti kesengsem kepada produk yang murah baik, tapi hasil dari luar negeri, hancur daripada bangsanya," ujar Soeharto.
Hal itu kemudian menyebabkan produk dalam negeri tidak ada pembeli.
Selain video itu, Tutut Soeharto juga menuliskan caption untuk video tersebut.
"Bapak sejak tahun 1995 sudah mengingatkan akan situasi globalisasi dimana banyak serbuan produk asing.
Salah satu bentengnya adalah cinta produk dalam negeri, agar produsen dalam negeri tidak mati.
Mari kita hidupkan kembali nasionalisme kita, dengan mencintai, membeli dan menggunakan produk dalam negeri" tulis Tutut Soeharto.
Potret Halimah Agustina Kamil bersama Presiden Soeharto
Sementara itu, dua tahun sebelum meninggal dunia, Soeharto juga pernah menceritakan mimpi aneh.
Saat itu keluarganya hanya tertawa.
Sebuah kisah diceritakan oleh Hajah Noek Bresinah Soehardjo yang merupakan adik Soeharto.
Dalam buku "Pak Harto, The Untold Stories", Bressinah menceritakan hari-hari akhir Soeharto menjelang wafatnya.
Termasuk, saat Soeharto yang sempat mengalami mimpi aneh ketika sedang dirawat di rumah sakit.
Saat itu, pada tahun 2006, Soeharto harus beberapa kali dirawat inap di Rumah Sakit Pertamina Pusat.
Pada suatu sore, Soeharto tiba-tiba terbangun dari tidurnya.
Presiden Soeharto menerima sungkem dari Ibu Tien Soeharto pada hari Idul Fitri 1 Syawal 1415 Hijriah, 3 Maret 1995.
Rupanya, Soeharto terbangun dari tidur seusai bermimpi.
Ketika terbangun itulah, Soeharto mengaku baru saja bermimpi.
"Aku lagi wae ngimpi (saya barusan mimpi)," kata Bressinah menirukan ucapan Soeharto saat itu.
Mendengar ucapan itu, Bressinah yang saat itu sedang bersama Tutut, seorang putri Soeharto, segera mendekat.
Tutut kemudian menanyai sang ayah, ,”mimpi apa to, Pak?" tanya Tutut.
Soeharto pun segera menjawabnya.
"Nonton gamelan, rame, nanging ana sing aneh (menonton gamelan, ramai, tetapi ada yang aneh,"ujar Soeharto saat itu yang lagi-lagi ditirukan Bressinah.
Tutut kemudian menanyai Soeharto.
"Apa yang aneh, Pak?" tanya Tutut.
Soeharto lalu menjawab pertanyaan putrinya itu.
"Kuwi lho, sindene kok wong Sunda kabeh (itu lho, penyanyinya kok orang Sunda semua)?"ucap Soeharto.
Mendengar jawaban sang ayah, Tutut lalu tersenyum, dan mengatakan sesuatu.
"Lha, sindene mesti ayu-ayu to, Pak (Itu penyanyinya pasti cantik-cantik ya Pak?" ujar Tutut menanggapi ucapan Soeharto.
"Ya embuh, ora weruh wong kahanane peteng (ya saya tidak tahu karena suasananya gelap),"jawab Soeharto lalu tersenyum.
Mendengar jawaban Soeharto tersebut, mereka kemudian tertawa.
Sedangkan, Soeharto kemudian melanjutkan tidurnya lagi, hingga azan magrib tiba.
Selang dua tahun dari mimpi itu, Soeharto kemudian meninggal dunia.
Tepatnya, pada tahun 2008.(Agnes/Wiken)
Artikel ini pernah tayang di Wiken.ID dengan judulPresiden Soeharto Ternyata Pernah Ramalkan Nasib Indonesia di Tahun 2020, Prediksinya pada 1995 Silam Terbukti Benar!