Sri Mulyani Bilang Lebih dari Separuh Penduduk Sudah Dapat Bansos, Tapi Pemulung Ini Cuma Bisa Minum Air Galon Dua Hari Hingga Meregang Nyawa: Salah Sasaran?

Kamis, 30 April 2020 | 19:44
Biro Pers Sekretariat Presiden

Sebanyak 1,2 Juta Paket Bansos, Mulai Disalurkan di DKI Jakarta

Fotokita.net -Seorang warga Kota Serang, Banten bernama Yuli (43) meninggal dunia, Senin (20/4/2020) usai dikabarkan kelaparan dan tak makan selama dua hari.

Ia, empat anak dan suaminya yang seorang pemulung terpaksa hanya meminum air galon untuk mengganjal perut lapar mereka.

Sebelum meninggal dunia, Yuli sempat mengutarakan kesedihannya. "Enggak makan dua hari, cuma diem aja, sampai saya sedih ya," kata Yuli sembari berlinang air mata, seperti dilansir Kompas TV.

Baca Juga: Gara-gara Kelakuan Raffi Ahmad, Orang Kepercayaan Jokowi Ini Ketahuan Simpan Mata Uang Asing dalam Jumlah Banyak: Karena Rupiah Sering Goyang-goyang, Ya?

Sembari menggendong anaknya yang masih bayi, Yuli bercerita, empat anaknya pun terpaksa harus menahan lapar.

"Anak empat. Ini yang paling kecil. Ini juga sampai sakit. Abah juga nyuruh, sabar ya," tutur dia pilu.

Baca Juga: Foto Lawasnya Beredar, Tiba-tiba Sosok Suami Ketua DPR RI Ini Terbongkar: Jago Cari Duit Hingga Pernah Terkait Urusan Pembelian Pesawat Sukhoi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bantuan sosial (bansos) yang digulirkan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka penanganan pandemik virus corona (Covid-19) telah mampu disalurkan kepada 60 persen penduduk Indonesia.

Luasnya cakupan bansos tersebut, ujar Sri Mulyani meliputi dukungan pemerintah di tingkat rumah tangga hingga ekspansi bantuan sosial seperti melalui Program Kartu Prakerja.

"Kalau Rp 65 triliun dukungan rumah tangga tadi bisa mencakup 103 juta individu Indonesia yang mendapat bansos, atau sekitar 29,1 juta keluarga, ini mencakup hampir di atas 40 persen terbawah penduduk Indonesia," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (30/4/2020).

"Kalau dengan ekspansi bansos Kartu Prakerja, masyarakat yang dapat bantuan pemerintah capai 60 persen desil terbawah. Lebih dari separuh rakyat kita mungkin tersentuh bansos melalui satu atau lain hal," jelas dia.

Baca Juga: Selagi Antri Pesan Makanan di Restoran, Driver Ojol Ini Alami Kejang-kejang Hingga Pingsan. Saksi Mata Beberkan Kondisi Akhir Korban

Lebih lanjut Sri Mulyani merinci, 10 juta keluarga penerima manfaat yang mendapatkan Program Keluarga Harapan meliputi 20 persen populasi masyarakat termiskin Indonesia.

Kemudian dengan adanya perogram Kartu Sembako yang digelontorkan kepada 20 juta kelompok penerima, maka cakupan bansos pemerintah meningkat menjadi 25 persen masyarakat termiskin.

Pemerintah pun telah memberikan bantuan berupa diskon dan subsidi pembayaran tarif listrik untuk pelanggan PLN 450 VA sebanyak 24 juta rumah tangga dan 900 VA untuk 7,2 juta rumah tangga, maka cakupan bansos pemerintah meningkat untuk 40 persen populasi masyarakat terbawah.

Baca Juga: Maksud Hati Ingin Berkontribusi di Tengah Pandemi, Pemberi Bantuan Nasi Bungkus Malah Harus Berurusan dengan Polisi Gara-gara Cuma Soal Nama Ini

Selain itu, pemerintah juga menambahkan penerima Kartu Sembako dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos sebanyak 20 juta penduduk, maka cakupan bansos pemerintah meningkat menjadi lebih dari 40 persen.

"Dan menuju 50 persen karena masyarakat terbawah mendapat BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang semua disamakan disamakan Presiden nominalnya Rp 600.000," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Dijerat KPK dengan Uang Suap di Tangan, Akhirnya Tokoh Politik yang Pernah Jadi Penasihat Tim Kampanye Jokowi Ini Hirup Udara Segar Setelah 1 Tahun: Berkah Bulan Ramadhan

"Kemudian mendekati 60 persen masyarakat kita dengan BLT dana desa," ujar Bendahara Negara itu.

Sementara dengan perluasan bansos melalui Program Kartu Prakerja, Sri Mulyani menilai bisa menyentuk desit 6 atau 7 dari penduduk Indonesia.

"Dan ini memang menimbulkan banyak sekali pembicaraan di medsos mengenai data, sasaran, eksekusi, koordinasi. Presiden terus rapat dengan kepala daerah untuk eksekusi. Banyak dari (program bansos) itu yang baru dieksekusi di awal April," ujar dia.

Baca Juga: Pernah Eksekusi Ajudannya ke Kolam Piranha, Begini Kebaikan Kim Jong Un yang Tak Pernah Terekspos: Dia Rela Lakukan Hal Ini Buat Umat Muslim

Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengkritik langkah pemerintah dalam menangani kasus kelaparan yang dialami seorang warga Kota Serang, Banten, bernama Yuli.

Menurut LP3ES, pemerintah gagal memenuhi hak konstitusional warganya. Sebab, setelah dikabarkan menderita kelaparan karena tak berpenghasilan akibat wabah Covid-19, Yuli meninggal dunia pada 20 April kemarin.

Dok. Kompas TV

Almarhumah Yuli, pemulung yang tercatat sebagai warga Serang harus meregang nyawa lantaran tak makan selama dua hari.

Dalam kasus ini, terlihat bahwa warga negara belum mendapatkan hak dasarnya atas penghidupan yang layak.

"Kelaparan yang dialami oleh Ibu Yuli dan keluarganya yang berujung pada meninggalnya Ibu Yuli adalah pelanggaran konstitusional oleh negara," kata Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto, dalam sebuah diskusi yang digelar Kamis (30/4/2020).

Baca Juga: Anak Buah Jokowi Kembali Bawa Kabar Baik, Pandemi Covid-19 Bisa Selesai Lebih Cepat Asalkan Pemerintah dan Rakyat Kompak Lakukan Hal Ini

"Atau sekurang-kurangnya ia adalah refleksi bahwa negara gagal memenuhi amanah konstitusi sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, Pasal 27 Ayat 2 dan Pasal 24 Ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945," lanjutnya.

Wijayanto mengatakan, sekalipun Yuli meninggal bukan karena kelaparan, pemerintah tetap dinilai gagal.

Sebab, sebelum meninggal, faktanya warga berusia 43 tahun itu mengalami kelaparan.

Peristiwa ini dinilai menjadi sebuah ironi, lantaran di saat yang bersamaan pemerintah mengucurkan dana hingga Rp 405 triliun untuk penanganan wabah Covid-19.

"Ironinya, uang sebesar Rp 405 triliun tak mampu mencegah seseorang mengalami kelaparan dan meninggal," ujar Wijayanto.

Menurut Wijayanto, peristiwa kelaparan tidak akan terjadi jika bantuan dari pemerintah tepat sasaran dan tepat waktu.

Baca Juga: Lebih Cepat dari Prediksi WHO, Ilmuwan China Bawa Angin Segar Buat Kita: Vaksin Covid-19 Sebentar Lagi Siap Digunakan

Kelaparan yang dialami Yuli, kata Wijayanto, merupakan bukti panjangnya alur birokrasi sebuah bantuan sampai ke tangan rakyat yang membutuhkan.

"Ia (Yuli) adalah refleksi bahwa pemerintah masih berkerja sebagai business as usual dengan rantai birokrasi yang panjang, yang rawan dengan adanya penumpang gelap yang siap menyalip di tikungan," kata dia. (Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya