"Jawabannya adalah, misalnya, sebagai ekspresi dendam, menutupi aib, menyelubungi perasaan bersalah, dan menghindari amarah pasangan" katanya.
Dalam kasus-kasus relabelling, merupakan bentuk false accusation atau tuduhan palsu, dan tidak seharusnya menciptakan sikap apriori.
"Relabelling sebagai bentuk false accusation memunculkan keinsafan, khususnya pada diri saya, bahwa keberpihakan pada korban tetap tidak seharusnya memunculkan sikap apriori," katanya.
"Bahwa kejadian diyakini adalah sama persis seperti yang disampaikan oleh orang yang mengaku sebagai korban, bahwa orang mengaku sebagai korban sama sekali tidak mungkin berbohong," ujarnya.
Kemudian, hal lain yang perlu diwaspadai adalah bias implisit. Dimana kina menilai seseorang berdasarkan ras, agama, kelas sosial, dan jenis kelamin tertentu. Dalam hal ini, pria akan melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan.
"Demikian pula implicit bias yang menganggap bahwa jenis kelamin tertentu pasti pelaku dan jenis kelamin lainnya pasti korban. Cara pandang sexist sedemikian rupa juga harus dihindari," katanya.
(*)