Ketika itu, Berdasarkan informasi dari Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Kombes Ketut Untung Yoga, sebanyak 465 taruna Akpol akan menjadi perwira Polri.
Mereka terdiri dari tiga Detesemen yakni Detasemen 42 sebanyak 79 perwira, Detasemen 43 sebanyak 314 perwira dan Detasemen 44 yang terdiri dari 72 perwira.
Ketut Untung menjelaskan tujuan pendidikan taruan selain membentuk perwira Polri yang berkemampuan, terampil juga menjadi abdi negara dan masyarakat yang profesional.
"Bermoral memiliki watak yang menjunjung tinggi kebenaran keadilan dan kejujuran yang berpedoman kepada moral dan kode etik kepolisian, profesional dalam melaksanakan tugas kepolisian," ujar Ketut Untung pada Rabu (15/12/2010) malam.
Selain itu, Polri memberikan penghargaan Adhi Makayasa atas prestasi taruna dengan nilai tertinggi yang diperoleh selama menjalani pendidikan. Lulusan Akpol terbaik adalah Brigadir Taruna Irfan Widyanto dari Detasemen 42, Brigadir Taruna Reza Pahlevi (Detasemen 43) dan Agus Subamapraja, Brigadir Taruna asal Depok, Jawa Barat.
Kembali ke pernyataan Trimedya. Anggota PDI Perjuangan ini juga menghitung jangka waktu peristiwa kasus Ferdy Sambo. Dia meminta agar sidang etik ini dilakukan segera dan tidak di-pending. Semata-mata agar mereka yang tak bersalah bebas dari stigma.
"Karena kalau kita hitung dalam catatan saya ini peristiwanya 17 hari, alias 47 hari, kalau kata orang Medan. Tolong jangan di-pending, karena mereka keluarganya menyampaikan Saudara Kapolri, dengan peran yang minim tapi sudah muncul stigma kepada mereka, keluarganya. Pembunuh. Pembunuh. Padahal perannya minim sekali," tuturnya.
Dia mencontohkannya dengan peran seorang personel membuat administrasi penyidikan (mindik). Menurutnya, peran semacam ini adalah atas perintah.
"Ada yang disuruh bikin mindik, kan itu atas perintah. Betul nggak, Pak Kabareskrim?" ujarnya.
Maka dari itu, Trimedya mendorong agar putusan sidang etik segera dikeluarkan. Semata-mata agar status mereka yang terduga pelanggar jelas.