Ade Armando tidak dikenal sebagai seorang sufi atau pengikut tarikat. Bukan juga pengamal mistisisme Jawa.
Menurut Dhimam Abror Djuraid, wartawan senior yang juga ahli komunikasi, Ade Armando lebih dikenal sebagai aktivis media sosial yang masuk dalam kubu pendukung berat rezim Jokowi. Ade Armando dikenal sebagai panglima buzzer garis keras pendukung Jokowi bersama Denny Siregar, Abu Janda, Eko Kuntadi, dan Rudy Kamri.
Kata Dhimam, sebagai akademisi Ade Armando dikenal sebagai pengajar komunikasi di Universitas Indonesia (UI). Capaian akademiknya yang paling banyak dikenal publik adalah sebagai profesor gagal, karena Dewan Guru Besar UI menolak memberinya gelar guru besar. Apakah Ade Armando pernah mempelajari sejarah dan ajaran Syekh Siti Jenar, atau apakah dia pernah membaca pemikiran Mansur Al-Hallaj?
Setidaknya selama ini cuitannya di medsos tidak menunjukkan hal itu. Namun, seperti biasanya, dia membuat cuitan yang mengagetkan banyak orang. Dia mengatakan bahwa dirinya seorang muslim, tetapi tidak percaya bahwa umat Islam wajib menjalankan syariat. "Saya beragama Islam, tetapi saya tidak percaya bahwa umat Islam harus menjalankan syariat Islam,’’ kata Ade Armando di kanal Youtube Cokro TV (26/10).
Menurut Dhimam Abror Djuraid. pernyataan-pernyataan Armando lebih banyak bersifat provokasi ketimbang memberi argumen filosofis dan logis. Armando tidak bisa membedakan antara konsep mukmin dan muslim, antara orang beriman dengan orang ber-Islam. Armando tidak menjelaskan secara konseptual mengenai rukun iman dan rukun Islam.
Definisi utama muslim adalah menjalankan lima rukun Islam; bersyahadat, melakukan salat, berpuasa, berzakat, dan berhaji bagi yang mampu. Mereka yang tidak menjalankan kelima rukun itu berarti bukan muslim.
"Karena itu klaim Armando sebagai muslim gugur secara otomatis. Armando melakukan kesalahan pikir yang mendasar karena tidak memahami definisi. Salah pikir yang mendasar ini oleh Rocky Gerung disebut sebagai logical fallacies. Orang-orang yang salah pikir karena salah logika inilah yang oleh Gerung disebut dungu," sebut Dhimam.
Kalau tidak menjalankan syariat, lantas apa yang dilakukan Armando untuk membuktikan keislamannya? Mungkin dia menjalankan tarekat khusus yang punya ajaran membebaskan muslim dari syariat. Mungkin dia sudah mencapai maqam makrifat, sehingga sudah mengenal Allah, atau malah mungkin dia sudah sampai pada level haqiqat, mengetahu kebenaran dengan sebenar-benarnya dan sudah menyatu dengan Allah.
Dalam tradisi sufisme Islam, ada Syekh Siti Jenar yang mengajarkan konsep manunggaling kawula gusti, hamba sudah menyatu dengan Tuhan dan karena itu tidak perlu menjalankan syariat. Ajaran ini dianggap kafir oleh para wali penyebar Islam dan karena itu Siti Jenar dihukum mati.
Para peminat tasawuf, sufisme, dan mistisisme Jawa, umumnya mengenal tokoh Syekh Siti Jenar yang hidup di Jawa pada abad ke-15 bersamaan dengan para Wali Songo. Syekh Siti Jenar adalah tokoh kontroversial dalam sejarah perkembangan Islam di Jawa. Ia hidup di masa para Wali Songo dan sama-sama mengajarkan Islam di Jawa.
Namun, ajaran Syekh Siti Jenar dianggap menyimpang dari syariah yang didakwahkan oleh para Wali Songo. Pendekatan mistis yang didakwahkan Syekh Siti Jenar bertentangan dengan pendekatan syariah para Wali Songo. Sembilan wali pendakwah Islam itu mengajarkan syariat Islam dalam lima rukun Islam.
Ia mendakwahkan konsep wihdatul wujud, penyatuan wujud antara manusia dengan Tuhan. Karena hamba dan Tuhan sudah menyatu maka manusia tidak perlu lagi menjalankan syariat seperti salat, puasa, dan zakat.