Sejak saat itu beragam aksi teror terjadi di Sulawesi Selatan, seperti pembunuhan dua anggota polisi dan penembakan tiga anggota Brimob tahun 2012, serta pembunuhan warga sipil tahun 2015
Kemudian tahun 2016, dalam operasi gabungan Tinombala, Santoso tewas dalam baku tembak di pegunungan Desa Tambarana.
Kursi pimpinan kemudian dipegang oleh Ali Kalora hingga Sabtu lalu, ketia ia tewas dalam baku tembak.
Di masa kepemimpinan Ali Kalora beragam aksi terorisme dilakukan.

Polisi mengamankan barang bukti berupa satu pucuk senjata api laras panjang jenis M.16, dua buah ransel, satu bom tarik, satu bom bakar, dan lainnya.
Ali Kalora adalah 'petinggi' yang tersisa dari kelompok MIT, semenjak Santoso alias Abu Wardah tewas dalam penyergapan aparat keamanan pada 2016 lalu.
Dia ditunjuk sebagai pemimpin kelompok itu menyusul diringkusnya pentolan kelompok MIT Basri alias Bagong, di tahun yang sama.
Pengamat terorisme dari Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, Muhammad Khairil, menilai kematian Ali Kalora dianggap tidak serta-merta melemahkan bahkan mengakhiri kelompok militan Mujahidin Indonesia Timur.
Khairil menduga, MIT akan terus melakukan proses rekrutmen dan doktrinasi di masyarakat.
Hal itu dibuktikan, berdasarkan kilas sejarah, dengan terus beraksinya kelompok bersenjata ini saat pemimpin mereka sebelumnya, Santoso, tewas dan digantikan Ali Kalora, ujar Khairil.
"Kita berharap ini akan selesai. Tapi, jika melihat sejarah, bagaimana pimpinan MIT berganti dari sebelumnya hingga Santoso dan turun ke Ali Kalora. Itu bukan perjalanan 1-2 hari bagi mereka (berganti pemimpin)."