Salah seorang anggota Tim Kejar di ujung telepon berpura-pura sebagai pihak operator kapal.
Saat negosiasi berlangsung nomor yang dipakai penyandera terlacak masih berada di kawasan Perlak.
Semula GAM meminta tebusan antara Rp 250 juta-Rp 500 juta namun kemudian keduanya sepakat akan menebus nahkoda dan KKM kapal dengan uang sebesar Rp 60 juta dan akan ditransfer secara bertahap lewat sebuah bank BUMN.
“Awalnya kami mau antar sendiri uangnya, tapi mereka tidak mau, takut ditipu. Jadinya kami transfer Rp 20 juta dulu lewat bank di Lhoksumawe,” tutur Kopral Satu (Koptu) Totok yang saat itu menjadi salah satu anggota tim Kejar berpangkat Kopral dua.
Setelah sepakat, si ‘operator kapal’ yang sebenarnya anggota Tim Kejar menghubungi kembali si penyandera untuk memberi tahu bahwa uang telah ditransfer dan dapat diambil.
Saat itu tim lain di Jakarta yang bertugas mengawasi penyadapan telepon mendeteksi lokasi nomor tersebut sudah berpindah ke kawasan Lhoksumawe.
Artinya, si anggota separatis ini sudah mendekati bank. Tepat seperti yang diharapkan!
Merasa kesempatan tidak datang 2 kali, Tim Kejar Kopaska langsung berkoordinasi dengan pihak bank dan membagi tugas.
Satu anggota tim langsung berganti peran menjadi teller bank, sedangkan anggota tim lainnya menyamar menjadi nasabah.
Waktu terus berjalan, anggota tim mulai cemas, jangan-jangan buruannya keburu tahu kalau dirinya masuk jebakan.