Keputusan Jokowi tak terburu-buru mengisi kursi menteri yang kosong pun tak ayal menimbulkan banyak tanya, apakah jabatan menteri itu kembali diberikan kepada parpol atau profesional.
Qodari memaparkan, sejak Reformasi 1998, setidaknya terdapat dua pertimbangan Presiden dalam pemilihan anggota kabinet, yakni kemampuan dan konstelasi atau dukungan politik.
Dua kursi menteri yang ditinggalkan merupakan ”jatah” PDI-P dan Partai Gerindra. Karena itu, menurut Qodari, Presiden pun tak akan sembarangan menetapkan pengganti karena alokasinya sudah jelas untuk parpol.
Baca Juga: Ingat Jangan Pakai 5 Rekening Bank Ini, Alasan Jumlah Penerima BLT BPJS Lebih Sedikit Diungkap
Kendati perombakan kabinet merupakan hak prerogatif, Presiden tetap akan menunggu usulan nama dari pimpinan parpol.
Meski begitu, menurut Andreas, dalam pengisian kabinet semestinya loyalitas dan kemampuan menerjemahkan visi-misi presiden menjadi pertimbangan.
"Seharusnya yang mengisi kabinet itu all the president’s men, loyalis yang memahami visi-misi presiden. Orang-orang yang bisa mengeksekusi program-program pemerintahan," tuturnya.
Loyalitas dan kemampuan menerjemahkan visi-misi presiden ini penting mengingat periode jabatan masih empat tahun lagi.
Selain itu, tantangan yang dihadapi pemerintah juga relatif berat, yakni mengendalikan pandemi Covid-19 sekaligus memulihkan perekonomian nasional.
Baca Juga: Siap-siap, Iuran BPJS Kesehatan Naik Mulai 1 Januari 2021, Ini Besaran Denda Jika Kita Telat Bayar
Siapa pun berhak berspekulasi, bahkan menggantungkan harapan pengisian kabinet tak sekadar bagi-bagi kue kekuasaan.