"Semua calon akan berpotensi melanggar protokol demi meraih suara sebanyak-banyaknya. Kalau bukan calonnya yang menggunakan berbagai kiat untuk itu, maka para pendukung yang melakukannya (melanggar protokol kesehatan)," kata Kalla.
"Setelah itu hari pencoblosan di mana kerumunan tidak bisa dihindari sebab para pemilih harus berjejer, antre, menuggu giliran mencoblos," lanjut Kalla.
Untuk itu, Kalla mengusulkan penundaan Pilkada Serentak 2020 hingga vaksin Covid-19 ditemukan dan dirasakan efektivitasnya setelah proses vaksinasi massal.
Ia menilai Pilkada bahkan bisa ditunda hingga Juni 2021 tanpa mengganggu kinerja pemerintahan daerah lantaran adanya Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah.
"Memaksakan sesuatu yang jelas-jelas secara rasional membahayakan kehidupan rakyat bukan hanya nekat, melainkan fatal.
Semua proses politik tujuan mulianya adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan memudaratkan rakyat," lanjut Kalla.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berserta istri masing-masing dalam pengumuman ka
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla ternyata pernah tidak sejalan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Terutama saat ramainya orang menentukan calon kepala daerah di DKI Jakarta, saat itu Jusuf Kalla lebih condong kepada Anies Baswedan dibanding kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Jusuf Kalla yang akrab disapa JK juga sempat bicara soal pencapresan kepada Anies, namun ia menegaskan bahwa dirinya tidak tertarik mencalonkan diri di 2024.