Diceritakan bahwa dalam pertemuan dengan Soeharto pada bulan September 1974, Whitlam meninggalkan catatan peringatan yang menyatakan bahwa Timor Timur harus berintegrasi dengan Indonesia.
"Timor Portugis terlalu kecil untuk merdeka. Secara ekonomi tidak layak. Kemerdekaan tidak diinginkan di Indonesia, Australia, dan negara-negara lain di kawasan" ujarnya.
Menurut catatan laporan itu, Whitlam menawarkan dua pemikiran dasar.
Pertama, dia percaya bahwa Timor Portugis harus menjadi bagian dari Indonesia.
Kedua, hal tersebut harus terjadi sesuai dengan keinginan rakyat Timor Portugis yang diungkapkan dengan baik.
Whitlam yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Australia menekankan bahwa ini belum menjadi kebijakan Pemerintah (Australia) tetapi kemungkinan besar akan menjadi seperti itu.
Sementara itu, diungkapkan bahwa Soeharto menjawab dengan pendapat lain.
Menurutnya, Timor Timur bisa menjadi 'duri di mata Australia dan duri di punggung Indonesia'.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Richard Woolcott, menulis bahwa Canberra harus memutuskan antara 'idealisme Wilsonian dan realisme Kissingerian'.