Fotokita.net - PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) telah menerapkan protokol kesehatan dengan mewajibkan penumpang mengenakan masker selama naik kereta rel listrik (KRL).
VP Corporate Communications PT KCI Anne Purba mengatakan, calon penumpang dianjurkan menggunakan masker yang efektif menahan droplet atau tetesan cairan.
"Hindari penggunaan jenis scuba maupun hanya menggunakan buff atau kain untuk menutupi mulut dan hidung," ujar Anne dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (15/9/2020).
"Gunakan setidaknya masker kain yang terdiri dari minimal dua lapisan," kata Anne.
Berdasarkan unggahan di atas, masker scuba atau buff disebut hanya 5 persen efektif dalam mencegah risiko terpaparnya akan debu, virus dan bakteri.
Benarkah?
Kualitas buff dan masker scuba
Buff
Dalam penelitian yang dilakukan ilmuwan Duke University, buff tak dapat mencegah droplet (tetesan pernapasan) keluar dari mulut saat berbicara.
Seperti kita tahu, droplet yang keluar saat berbicara, batuk, dan bersin adalah jalur masuk penularan virus corona Covid-19.
Pemimpin studi sekaligus spesialis pencitraan molekuler Martin Fischer memastikan, ketika orang berbicara dan droplet keluar dari mulut, artinya risiko penularan penyakit tetap tinggi.
Hasil riset yang terbit di jurnal Science Advances edisi 7 Agustus 2020 menunjukkan,buff adalah jenis masker yang paling tidak efektif mencegah transmisi.
Bahkan dalam riset itu disebutkan, orang yang memakai buff jauh lebih buruk dibanding orang yang tidak memakai masker sama sekali.

Ilustrasi buff.
Menurut para peneliti, buff justru membuat droplet semakin berkembang biak di udara.
"Mungkin banyak orang berpikir, menggunakan masker jenis apa saja lebih baik dibanding tidak memakainya sama sekali. Akan tetapi, hal itu salah," kata Fischer.
"Kami mengamati bahwa jumlah dropletmeningkat saat orang memakai buff. Kami yakin, bahan yang digunakan pada buff dapat memecah dropletmenjadi partikel berukuran lebih kecil.
Hal ini membuat pengguna buff menjadi kontraproduktif, karena tetesan yang lebih kecil lebih mudah terbawa udara dan membahayakan orang di sekitar," paparnya.
Penelitian ini membuktikan bahwa tidak semua masker memiliki tingkat keefektifan yang sama.
DilansirHealthline, Senin (14/9/2020), buff juga disebut tidak memberikan perlindungan yang efektif terhadap penyebaran virus corona.

Masker Scuba dan Buff tidak ampuh cegah virus corona
Dalam sebuah studi dari Duke University di Carolina Utara, Amerika Serikat, para peneliti menyimpulkan buff yang terbuat dari campuran polyester dan spandeks tidak efektif memblokir droplet virus corona.
Meski demikian, karena mereka tidak melakukan penelitian pada buff yang menggunakan bahan lain, maka temuan tersebut tidak harus dilihat secara spesifik.
"Masalahnya adalah bahan apa yang digunakan," kataMitchell H Grayson, direktur Divisi Alergi dan Imunologi di Rumah Sakit Anak Nationwide di Ohio.
Sementara, ahli penyakit menular, Ravina Kullar mengaku memakai buff, namun bukan yang berbahan poliester.
“Buff itu terbuat dari kapas dan juga berlapis tiga. Jadi cukup efektif," kata Kullar.
Grayson mengungkapkan, untuk penggunaan sehari-hari masker kain dengan beberapa lapisan bisa berfungsi sama baiknya dengan masker bedah.
Masker scuba
Dilansir Kompas.com edisi 14 April 2020, Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Eng Muhamad Nasir, menjelaskan dasar pengujian kinerja utama masker.
Baca Juga: Bukan Aib Buat Keluarga, Terasa Gejala dan Positif Corona, Inilah yang Wajib Kita Lakukan
Setidaknya ada tiga tahapan dalam pengujian kinerja masker, yaitu:
Uji filtrasi bakteri (bactrial filtration efficiency)
Uji filtrasi partikulate (particulate filtration efficiency)
Uji permeabilitas udara dan pressure differential (breathability dari masker)
Menurut dia, masker kain dengan bahan yang lentur seperti scubaakan melar atau merenggang saat dipakai.
Hal ini membuat kerapatan pori kain membesar serta membuka yang mengakibatkan permeabilitas udara menjadi tinggi.
Akibatnya, peluang partikular virus untuk menembus masker pun disebutnya semakin besar.
"Jika pori kain makin besar maka peluang virus masuk akan besar," ungkapnya.
(Kompas.com)