Karena partai politik itu kan sangat berkepentingan dan berkeinginan untuk menang."
"Kalau ada calon populer mereka pasti akan memberikan dukungan, bahwa realitanya akhirnya tidak ada memberikan dukungan pada Pak Gatot Nurmantyo," jelas M Qodari.
Qodari menilai, kala itu Gatot Nurmantyo belum bisa menjadi Capres 2019 lantaran namanya masih kalah dengan Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Sebetulnya juga memberikan pesan implisit bahwa Pak Gatot elektabilitasnya tidak cukup tinggi untuk bersaing dengan Pak Jokowi dan Pak Prabowo pada saat itu," katanya.
Lalu, Qodari mengatakan, jika memang Gatot Nurmantyo ingin menjadi Capres bisa mencontoh Jenderal lainnya, yakni mendirikan partai politik.
Misalnya, Prabowo hingga Wiranto berjuang dari nol agar bisa maju pada Pilpres.
"Dan kalau memang Pak Gatot Numantyo amat serius maju Calon Presiden, beliau akan melakukan langkah-langkah yang dilakukan oleh Prabowo Subianto, kemudian Pak Wiranto," kata dia.
"Kita tahu bahwa mereka beliau-beliau adalah Jenderal notabenenya sama seperti Pak Gatot dan mereka menempuh jalan sulit untuk mendirikan partai politik sebagai kendaraan politiknya maju di Pilpres pada eranya masing-masing," imbuh M Qodari.
Lalu, Qodari mencontohkan lagi keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang bermula dari nol mendirikan Partai Demokrat.
Baca Juga: Teman Baik Korban Sejak SD, Begini Sepak Terjang Pelaku Pembunuhan Keji Satu Keluarga di Sukoharjo