
KRI Banda Aceh 593 dan KRI Dr Suharso 990
Jika Habibie nafsu untuk memboyong kapal-kapal tersebut maka Mar'ie sebaliknya, enggan membeli kapal tersebut. Soalnya, harga yang dipatok Menristek berbeda dengan hitungan Menkeu.
Belum lagi untuk menyulap 'barang rongsokan' menjadi barang baru, tentunya akan membutuhkan duit yang besar.
Untuk yang satu ini, pada tahun 2001-2003, pemerintah menerima pinjaman dari pemerintah Jerman untuk biaya perbaikan dan perawatan serta bongkar-pasang (overhaul) kapal-kapal tersebut dengan nilai 65,641,808 Euro.
Berdasarkan Inpres 3/1992 tertanggal 3 September 1992, Presiden Soeharto memutuskan pembelian 39 kapal perang yang terdiri atas 16 korvet, 14 LST (landing ship tank) dan sembilan penyapu ranjau. Harga seluruh kapal itu adalah 482 juta dolar AS.
Kesempatan bertemu dengan para perwira ABRI juga dimanfaatkan oleh Kepala Negara untuk menjelaskan proses pembelian kapal-kapal perang itu, terutama setelah dilakukan pendekatan dengan Kanselir Jerman Helmut Kohl.

KRI Teluk Cendrawasih 533
Setelah mendapat penjelasan dari pengusaha swasta itu bahwa mereka tidak akan mendapatkan komisi dari info yang mereka berikan, Kepala Negara kemudian minta Habibie untuk mencari informasi lebih mendalam dan terinci.
“Saya menyuruh Menristek (BJ Habibie), karena sudah dikenal baik oleh para pejabat dan pengusaha swasta Jerman. Dia mula-mula tidak tahu apa-apa mengenai masalah ini. Karena itu penunjukan Menristek tidak perlu diributkan. Penunjukan itu bukan karena tidak percaya pada para perwira Hankam atau ABRI,” tegas Presiden.
Ketika itu,MajalahTempo, tabloidDeTik, dan majalahEditormengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur oleh pemerintahan Soeharto.