Alasan lainnya, bagi pengusaha yang mempekerjakan buruh bisa saja hanya dipekerjakan saat jam-jam tertentu.
"Misalnya, pekerja housekeeping di hotel. Upahnya hanya dihitung beberapa jam ketika membereskan kamar, saat tamu check out, dan sebagainya," katanya.
Kahar mengungkapkan, dengan sistem bekerja 8 jam sehari saja saat ini masih banyak yang belum dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Apalagi upah per jam, akan mendorong perusahaan mempekerjakan buruh kurang dari 8 jam.
"Jadi upah per jam tidak memberikan kepastian terhadap pendapatan yang diterima buruh," ujarnya. (Kompas.com)