Nilai pengembalian ituminimal sebesar Rp592,56 miliar. Selain itu, ada pula potensi kerugian atas pembelian LPG yang tidak sesuai spesifikasi kebutuhan Kilang LNG Badak mengurangi pendapatan penjualan LNG ENI Muara Bakau maksimal sebesar Rp222,65 miliar.
Dikutip dari IHPS Semester II/2018, pelaksanaan pengelolaan kilang Liquefied Natural Gas (LNG) Badak terdapat permasalahan yakni belum adanya kesepakatan antara PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dengan Kementerian Keuangan terkait pembebanan sewa pemanfaatan aset pada Kilang LNG Badak untuk menghasilkan LNG yang dijual kepada Western Buyer Extension (WBX) dan Nusantara Regas (NR). Dengan demikian,kepastian pembayaran biaya sewa pemanfaatan aset belum jelas.
Selain itu, belum terdapat pengaturan penetapan tarif sewa pemanfaatanpipelineBadak-Bontang oleh KKKS untuk mengalirkan natural gas ke sentra kompresi gas (SKG) domestik.

Ilustrasi SPBU Pertamina
Kehilangan potensi penerimaan atas pemanfaatan aset kilang LNG Badak antara lain disebabkan oleh tarif sewa pemanfaatan aset Kilang LNG Badak belum ditetapkan secara formal serta pengenaan tarif sewa berdasarkan volume penjualan tidak konsisten dengan metode perhitungan tarifnya.
BPK juga mempermasalahkan perencanaan dan proses Pertamina dalam pembelian LNG jangka panjang selama 20 tahun kepada Corpus Christi Liquefaction, LLC sebanyak 1,52 metric ton per annual (MTPA) tidak dilakukan secara memadai dan mitigasinya meningkatkan risiko finansial jangka panjang perusahaan.
Ada pula temuan terkait Permasalahan Utama Pengendalian Intern atas Pendapatan, Biaya, dan Investasi BUMN.
Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan PT Pertamina memperoleh kelebihan penerimaan sebesar Rp 234,82 miliar atas penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium di wilayah Jawa Madura Bali (Jamali).

SPBU Pertamina kawasan Kebon Jeruk Jakarta Barat.
Temuan tersebut dihasilkan dari audit yang dilakukan BPK terhadap pengelolaan subsidi yang terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2019.