“Dari kecil bahkan aku sudah dibawa ke dokter gizi terus turun berat badan. Akhirnya sama dokternya ditambahin dosis obatnya jadi dosis dewasa. Akunggakuat, pusing kliyengan, akhirnya sempet jatuh di kamar mandi. Sejak saat itu aku menghindari obat-obatan. Pernah juga akupuntur, minum herbal, terus ke dokter gizi lagi untuk jalanin diet kalori. Nah, yang ini walau susah payah dijalaninAlhamdulillah sempat turun 14kg. Tapi ya masih ada aja netizen-netizen itu yang komentar negatif,” cerita Intan.
Kegemukan dan obesitas akibat faktor genetik memang ditemukan dalam dunia medis. Penelitian yang dilakukan oleh Université Lavare Prancis menyebutkan resiko obesitas dua hingga delapan kali lebih tinggi terhadap orang yang dilahirkan dengan keluarga yang memiliki riwayat obesitas.
Dokter spesialis gizi, Diana F. Suganda, tidak menampik adanya kegemukan akibat faktor genetik. Namun ia menambahkan, bukan berarti hal tersebut menjadi vonis kegemukan seumur hidup.
Diana menekankan pentingnya peran dan dukungan lingkungan terdekat, termasuk keluarga, untuk membantu penurunan berat badan.
Ia juga menambahkan, pengurangan kalori untuk mengatur berat badan semakin menantang sekarang dikarenakan ragam jenis makanan dan penyajian porsi makanan yang semakin besar di hampir semua restoran. Kondisi itu mempersulit pengaturan pola makan orang yang tengah menjalani diet ketat yang sehat.
“Obesitas sekarang makin banyak (kasusnya), karena sekarang porsi (di restoran) itu semakin besar. Ditambah lagi kayak boba drink, cheese drink, kopi-kopi kekinian, kapucino dan lainnya itu dikonsumsi dan rasanya seperti belum makan. Padahal kalorinya tinggi! Itu orang ngga sadar. Alasannya ‘aku belum makan nasi’, jadi dianggap belum makan,” kata Diana.
Komentar bentuk tubuh refleksi budaya komunal Indonesia
Tidak jarang kotak pesan media sosial Intan dipenuhi orang tak dikenal yang memberinya nasihat untuk menguruskan badan. Kepada VOA, Intan mengaku kesal atas pesan-pesan tersebut.
“Terima kasih atas masukannya, terima kasih atas sarannya. tapi kembali lagi, yang tau diri saya, ya saya sendiri. Kalian hanya lihat saya 'sepintas', bahkan bertemu pun tidak pernah. tapi mengapa banyak orang-orang yang nge-judge segampang itu? Ibarat kata, kalian hanya melihat saya di permukaannya saja, kalian juga tidak tahu seperti apa saya sehari-hari dan apa cerita saya di balik itu,” tukas Intan.