“Biasanja wartawan-wartawan foto datang mengabadikan suatu peristiwa kalau ada undangan,” katanya.
“Biasanja juga memotret dari tempat yang disediakan untuk undangan. Maka, itu angle-angle yang diperoleh juga hampir bersamaan." Ini tentu saja bisa diperbaiki.
Baca Juga: Rupa-rupa Benda Perayaan Indonesia Merdeka. Mana yang Jadi Favorit Kita? Foto-foto Ini Jadi Buktinya
“Pernah ketika akan menyambut kedatangan presiden keistana Merdeka, saya memisahkan diri dari wartawan-wartawan foto lain. Saya ke samping istana, tempat banyak pohon-pohon. Dari saku saya keluarkan tali. Ke mana-mana memang saya selalu bawa tali.
Foto tustel saja ikat dengan tali. Ujung yang lain saya ikatkan ke ikat pinggang, lalu saja memanjat pohon. Diatas, tali ditarik sehingga foto tustel terkerek naik.”
Mengapa ia tidak memanjat pohon sambil menyandang tustelnya saja? “Biasanya wartawan foto miskin. Paling banyak punya 2 foto tustel, tapi biasanya satu. Ini alat untuk mencari makan.
Jadi kalau rusak susah. Kalau tustl disandang waktu memanjat, risiko terparut-parut dahan dan sebagainya besar."
Di atas disiapkah fokus. la tinggal menunggu saat yang tepat untuk menangkap suasana yang tepat, yaitu saat presiden tampak beserta massa yang menyambut dan barisan kehormatan yang memberi hormat.
Frans Mendur tidak mau menyebut dirinya ahli kroping. “Cuma tahu,” katanja.
Sekali seorang wartawan muda dari sebuah surat kabar sedang mengukur-ukur foto yang akan dikrop di kantor IPPHOS (Seperti diketahui, IPPHOS mempunyai pabrik klise)
Tahu-tahu di belakangnya berdiri oom Frans. ”Boleh saya tolong ?" katanya.