Sedangkan Kelly Hammond, seorang asisten profesor di Universitas Arkansas yang mempelajari etnis minoritas Muslim Hui di Cina, mengatakan langkah-langkah itu adalah bagian dari “upaya menciptakan kenormalan baru.”
Beijing adalah rumah bagi sekitar 1.000 toko dan restoran halal, menurut data aplikasi jasa pengiriman makanan Meituan Dianping. Bisnis-bisnis tersebut tersebar di seluruh kawasan Muslim bersejarah di Beijing dan kawasan lainnya.
Pihak berwenang di Ibu Kota Cina memerintahkan kedai-kedai dan restoran-restoran yang menjual sajian halal untuk menghapus tulisan Arab dan simbol-simbol yang berhubungan dengan Islam dari papan nama restoran, Reuters melaporkan, Rabu (31/7/2019).

Aksara Arab pada papan nama di sebuah toko makanan halal di kawasan Niujie, Beijing, tampak ditutupi kain, 19 Juli 2019.
Langkah pemerintah Kota Beijing itu adalah bagian dari gerakan “sinicize” atau membaurkan populasi Muslim di negara itu dengan budaya China.
Para pegawai pada 11 restoran dan toko-toko di Beijing yang menjual produk-produk halal dan dikunjungi oleh Reuters baru-baru ini, mengatakan para pejabat meminta mereka mencopot gambar-gambar yang berhubungan dengan Islam, misalnya gambar bulan sabit dan logo “halal” dalam aksara Arab.
Seorang manajer restoran mie di Beijing diperintahkan oleh petugas otoritas China untuk menutup logo “halal” yang tertulis dalam bahasa Arab. Para petugas bahkan menyaksikan manajer itu menutup logo itu.
“Mereka mengatakan ini budaya asing dan Anda harus menggunakan lebih banyak budaya China,” kata manajer itu. Seperti pemilik dan karyawan restoran yang berbicara kepada Reuters, manajer itu menolak namanya dipublikasikan karena isu sensitif. (VOA Indonesia/ft/dw)