Foto dirilis Jumat (26/7/2019), memperlihatkan tangan pekerja pembelah kapal di atas Kapal MV Golden Ocean, Cilincing, Jakarta. Usaha belah kapal sudah puluhan tahun beroperasi di kawasan itu, dengan upah para pembelah kapal yang bervariasi, ada yang bertugas sebagai pemotong, pemilah besi, hingga h
Fotokita.net - Usaha belah kapal merupakan usaha yang sudah puluhan tahun beroperasi di kawasan Cilincing, Jakarta Utara ada yang masih bertahan dan ada pula yang sudah gulung tikar.
Biasanya yang gulung tikar disebabkan modal usaha yang digunakan sudah habis dan mengalami kerugian besar.
Risiko kerugian yang dihadapi pengusaha biasanya karena salah memprediksi berat besi kapal yang akan di jual nantinya.
Foto dirilis Jumat (26/7/2019), memperlihatkan pekerja mengangkut besi kapal yang sudah terpotong untuk dibawa ke darat di kawasan Cilincing, Jakarta. Usaha belah kapal sudah puluhan tahun beroperasi di kawasan itu, dengan upah para pembelah kapal yang bervariasi, ada yang bertugas sebagai pemotong,
"Biasanya pengusaha rugi, karena kalau beli kapal itu ya kita kira-kira aja memprediksi berapa berat kapalnya. Misalnya satu kapal harganya Rp 3,5 miliar dengan berat 850 ton, tahunya pas sudah dipotong terus dijual besinya enggak sampai 800 ton kan jadinya rugi, pabrik tutup," kata warga Cilincing Satriawan (32).
Gema bunyi besi kapal bekas yang beradu terdengar memekakkan telinga saat memasuki sebuah tempat usaha belah kapal di kawasan Cilincing, Jakarta Utara.
Karena lokasinya yang hanya dibatasi tanggul antara daratan dengan laut utara Jakarta, semerbak bau amis dan cuaca panas menyengat menjadi menu harian di kawasan ini.
Untuk memutilasi sebuah kapal dibutuhkan waktu yang berbeda-beda tergantung besar kecilnya kapal. Contohnya, kapal Golden Ocean dengan bobot 90 ribu ton, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu tahun pengerjaan.
Para pembelah kapal itu bekerja dari pagi sampai sore dengan upah yang bervariasi. Mereka ada yang bertugas sebagai pemotong, pemilah besi hingga hanya sekedar mengaitkan besi-besi ke mesin katrol untuk diletakkan ke darat.
Seperti Oscar Syahputra (18) yang bertugas sebagai pemotong besi kapal. Ia bisa mendapatkan upah Rp 230 ribu per hari.
Lain halnya dengan Tsamirin (46) yang bekerja sebagai pemilah besi dan penjaga generator agar tetap menyala. Ia hanya mendapatkan upah Rp 90 ribu per hari.
"Kalau upah di sini beda-beda tergantung dari apa yang dikerjakan sama pekerja-pekerja itu, dan di sini kita terima harian. Pokoknya ongkos diterima bersih, soalnya makan, rokok sama minum udah disediain," ujar Rohim (33).
Sebagai pekerja pembelah kapal memang banyak risikonya, mulai dari gangguan pernapasan hingga tertimpa besi kapal.
Namun, para pekerja itu mengatakan bahwa bisnis ini akan terus menjanjikan karena harga besi lebih stabil dan tidak terpengaruh fluktuasi mata uang asing, karena naik turun harga besi diukur dari kebutuhan pabrik besi itu sendiri. Foto dan teks : Antara Foto (Muhammad Adimaja)