Fotokita.net - Sejak upaya penangkapan anak pemilik Ponpes Shiddiqiyyah Ploso Jombang,Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi bikin heboh, kiai JombangMuchammad Muchtar Mu’thi ikut menjadi sorotan.
Padahal, sejak beberapa waktu lalu, pemilik Ponpes Shiddiqiyyah secara konsisten menolak merayakan kemerdekaan Republik Indonesia. Kiai Jombang yang jugaMursyid (Ketua) Tarekat Shiddiqiyyah itu menjelaskan alasannya. Foto kiai Jombang ramai dibahas netizen di media sosial.
Pemilik Ponpes Shiddiqiyyah telah menggerakanribuan jemaah tarikat Shiddiqiyyah meneken petisi penolakan terhadap istilah atau frasa 'Kemerdekaan RI (Republik Indonesia)' yang biasa digunakan saat merayakan hari merdeka setiap tanggal 17 Agustus.
Penandatanganan petisi di atas lembaran kain ratusan meter dan rencananya dikirim ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu digalang Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTAI).
Penggalangan berbareng acara 'Tasyakuran Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan Berdirinya NKRI ke-71' di lapangan Monumen Hubbul Wathon Minal Iman, Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, Desa Losari, Ploso, Jombang, Kamis malam berakhir Jumat dini hari (19/8/2016). Foto Kiai Jombang ramai dibahas netizen di media sosial.
Petisi penolakan merayakan 'kemerdekaan Republik Indonesia' ini sudah diserahkan kiai JombangMuchammad Muchtar Mu’thi kepada Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan yang mendatangi Ponpes Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah Jombang pada Selasa (21/3/2017).
Ketika itu, Luhut didampingi sejumlah pejabat daerah. Sebut saja,Wagub JatimSaifullahYusuf(Gus Ipul), BupatiJombangNyono Suharli, Wabup Hj MundidahHjMundjidahWahab dan unsur Forkopimda lainnya.
Dalam acara silaturahmi itu, pemilik Ponpes Shiddiqiyyah menyampaikan petisi penolakan kemerdekaan Republik Indonesia kepada Luhut. Kiai JombangKH Muhammad Muchtar Mu'thi begitu menyambut hangat kedatangan tangan kanan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
Saat menyambut Luhut, Kiai Muchtar mengajak keluarganya menerima kedatangan sang menko.Bukan cuma sambutan hangat sang tuan rumah,ratusan santri berebut jabat tangan dengan Luhut dan rombongan.
Ketika berbincangdi ruang dalam Ponpes Shiddiqiyyah, Kiai Jombang menyampaikan pandangannya mengenai penolakan perayaan dengan menggunakan frasa kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah selesai, Kiai Muchtar bertukar cerita dengan Menko Luhut Binsar. Lalu acara silaturahmidiakhiri pemberian suvenir oleh tuan rumah.
Perihal petisi penolakan frasa kemerdekaan Republik Indonesia itu sempat disinggung Luhut saat berjumpa dengan wartawan. Seusai acara ramah tamah dengan kiai Jombang, Luhutmengaku kunjungannya hanya silaturahmi biasa. Bedasarkan pengakuan Luhut, sebenarnya satu tahun lalu sudah ada janji kepada Kiai Muchtar untuk mengunjungi sang kiai.
"Namun baru pada hari ini bisa diagendakan. Kami juga meminta doa kepada beliau agar negeri kita aman dan damai,” ujar Luhut Binsar Panjaitan.
Luhut menerangkan, dia juga membahas mengenai petisi yang digalang Kiai Mukhtar, yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo sekitar Agustus 2016. Petisi tersebut berisi permohonan perubahan istilah atau frasa 'Kemerdekaan Republik Indonesia' menjadi 'Kemerdekaan Bangsa Indonesia'.
"Usulan itu sangat masuk akal, dan menarik untuk dikaji dan dicermati lebih dalam lagi mengenai perubahan istilah tersebut,” jelas jenderal Kopasssus itu. Namun, Luhut tak ingin merinci lebih jauh, kapan pengkajian untuk perubahan istilah itu dilakukan.
Dalam pertemuan dengan wartawan, Luhut hanya menyebutkan, peran Kiai Muchtar patut dikagumi. Sebab, meski usia sudah sepuh, masih konsisten memberikan nilai-nilai yang mendalam mengenai istilah 'Kemerdekaan Republik Indonesia' atau 'Kemerdekaan Bangsa Indonesia'.
Selain itu, Luhut juga memuji Kiai Muchtar Mu'thi yang dinilai sangat paham filosofi kebangsaan dengan baik. “Beliau memberikan pengayoman, Indonesia harus tetap utuh sehingga generasi dapat membangun bangsa ini dengan baik,” tandas Luhut.
Sejak awal,Kiai Jombang Muchammad Muchtar Mu’thi menolak perayaan dengan istilah atau frasa Kemerdekaan Republik Indonesia. Katanya, frasa Kemerdekaan Republik Indonesia sudah menjadi dosa besar dalam dunia politik Tanah Air.Istilah yang benar menurutnya adalah 'Kemerdekaan Bangsa Indonesia'.
Kiai Muchtar menekankan pernyataan itu ketikaacara penggalangan tanda tangan petisi penolakan penggunaan istilah tersebut, di lapangan Pondok Pesantren Majma’ul Bahroin Hubbul Wathon Minal Iman Siddiqiyyah, Desa Losari, Ploso, Jombang, yang berakhir Jumat dini hari (19/8/2016).
“Tidak ada dalilnya, sumber atau argumentasi yang menyebutkan ‘Kemerdekaan Republik Indonesia’. Saya telah menyelidikinya dan sama-sekali tidak menemukan sumbernya,” tegas Kiai Jombang.
Jangankan ada sumbernya, lanjut Kiai Muchtar, istilah ‘Kemerdekaan Republik Indonesia’ yang acap kali digunakan sebenarnya justru menjerumuskan ke dalam dosa-dosa besar politik.
Pertama, papar Kiai Muchtar, dosa besar politik terhadap teks proklamasi yang jelas menyebut kalimat bangsa Indonesia, bukan negara atau pemerintah Indonesia.
Kedua, dosa politik kepada bangsa Indonesia. Bangsa yang jelas-jelas merdeka dan diproklamsikan pada 17 Agustus 1945, tidak disebutkan tapi justru diganti Republik Indonesia.
Ketiga, dosa besar kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Negara Indonesiayang tidak pernah dijajah, justru dipahami dan dikatakan merdeka dari penjajahan pada hari proklamasi itu.
“Padahal yang dijajah sebenarnya adalah bangsa Indonesia. Pemerintahan atau Negara Indonesia baru ada sesudah pembacaan proklamasi, setelah ada peralihan kekuasaan yang dimotori Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),” terang Kiai Muchtar.
Nasionalisme Kiai Jombang yang juga diakui oleh Prabowo Subianto dan putri proklamator Soekarno, mendiang Rachmawati Soekarno. Keduanya sempat berkunjung ke Ponpes Shiddiqiyyah pada tahun 2019.
Prabowo Subianto mengunjungi PonpesMajma'al Bahrain Shiddiqiyah pada Minggu (24/2/2019) sore. Kedatangan Prabowo tidak sendiri, melainkan ditemani Rachmawati Soekarnoputri. Keduanya sampai di pesantren dengan helikopter yang mendarat di helipad pondok.
Kiai Jombang Muhammad Muchtar Mu'thi langsung menyambut kedatangan Prabowo. Dalam kunjungan itu, Prabowo juga didampingi oleh putri Proklamator kemerdekaan Indonesia yakni Rachmawati Soekarnoputri. Mereka pun langsung diterima di ruang tamu keluarga Kyai Muchtar.
Kedua pihak selanjutnya melakukan pertemuan tertutup, yang bahkan wartawan pun tidak boleh mendekat dan mengambil foto pertemuan mereka.
Saat kunjungan itu, putri proklamator kemerdekaan Rachmawati Soekarnoputri dalam pidatonya mengungkapkan bahwa sebetulnya dirinya sudah sangat lama ingin berkunjung dan bertemu dengan Kyai Muhammad Muchtar Mu'thi di Ponpes Shiddiqiah. Sebab, Rektor Universitas Bung Karno (UBK), Soenarto Sardiatmodjo merupakan murid dari Kyai Muchtar.
“Saya kebetulan sudah lama diminta untuk datang ke Ponpes ini Oleh karena rektor UBK adalah murid dari Kyai Muchtar Mu’thi dan sekarang saya bisa hadir ke sini. Saya mendengar bahwa pimpinan Ponpes ini seorang muslim patriotik nasionalis. Dan terlebih lagi beliau paham sekali ajaran Bung Karno,” ungkapnya.
Wakil pengasuh Pondok pesantren Majma’al Bahrain, Shofwatul Ummah mengungkapkan rasa terima kasihnya atas kehadiran Prabowo dan Rachmawati ke pesantren yang dikelolanya tersebut. Ia menegaskan, pertemuan antara keluarga besar Ponpes Shiddiqiyah adalah sebuah ibadah silahturahmi yang harus dijalankan oleh seluruh umat beragama.
“Alhamdulillah kita bisa bersilahturahmi di Pesantren Shiddiqiyah. Mudah-mudahan kita menjadi umat yang selamat dunia akhirat. Kita melakukan ibadah pada siang hari ini yakni ibadah Silahturahmi,” ungkapnya.
Saat memberi sambutan, mantan Danjen Kopassus in mengaku kedatangannya tidak untuk kampanye, karena memang ada aturan yang melarang kampanye di pesantren. Karena itu, Prabowo mengaku tidak minta dukungan para kiai dan santri.
"Tapi kalau diam-diam dalam hati saya berharap didukung para kiai dan santri tentu boleh dong?" tanya Prabowo, yang direspons dengan kata boleh, oleh ratusan hadirin.
Prabowo juga memuji pesantren di utara Sungai Brantas Ploso Jombang itu, yang disebutnya punya nasionalisme sangat tinggi. Contohnya, saat penyambutan Prabowo, acara resmi diawali dengan bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam format tiga stanza.
Prabowo melontarkan pujian, ini membuktikan pesantren ini punya nasionalisme tinggi. Prabowo sendiri mengaku selama hidup baru kali ini dirinya menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam tiga stanza.
"Tapi ini tiga stanza. Luar biasa. Dan kalau saya lihat memang bangsa kita sekarang ini ya agak-agak sakit. Satu stanza saja banyak yang males, apalagi tiga stanza," tandas Prabowo Subianto.Melanjutkan pujiannya, Prabowo mengaku dirinya dulu mengira hanya sekolah tentara yang punya jiwa patriotisme dan kebangsaan tinggi. "Tapi ternyata pesantren ini juga kalah tinggi jiwa nasionalisme dan kebangsaannya," sebut mantan menantu Presiden ke-2 Soeharto ini.
Prabowo mengaku terkesan dengan kenyataan ini. Lebih-lebih, setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya, masih ada doa kebangsaan, dan pembacaan sumpah jati diri bangsa.
"Ini luar biasa. Standar nasionalisme para kiai dan ulama di sini tinggi banget. Terima kasih, saya telah diundang di pesantren ini," cetus Prabowo, lagi-lagi disambut aplaus para hadirin.
Prabowo juga mengungkapkan rasa terima kasihnya atas sambutan yang diberikan kepadanya beserta rombongan untuk bisa bersilahturahmi dengan keluarga besar Pondok Pesantren Shiddiqiyah.
“Saya atas nama pribadi dan rombongan mengucapkan terima kasih karena diterima di pesantren yang besar dan terkenal ini. Saya hanya bisa berdoa bahwa yang maha kuasa memberi kebaikan kepada keluarga besar Pesantren ini dan warga sekitar,” ungkapnya.
Prabowo menuturkan, bahwa saat ini dirinya bersama Sandiaga Salahuddin Uno telah mendapatkan amanah serta kehormatan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia untuk periode 2019-2024. Karena itu, ia harus mematuhi aturan kampanye yang telah diatur untuk tidak melakukan kampanye di Pondok Pesantren dan beberapa tempat lainnya.
Untuk itu, kedatangannya ke Pondok Pesantren Shiddiqiah ini bukanlah untuk berkampanye dan meminta dukungan kepada Kyai dan para santri, melainkan hanya untuk bersilahturahmi.
“Karena itu saya akan patuh dan taat kepada aturan. Saya tidak boleh kampanye. di mata saya ulama adalah guru besar. Karena itu jangan lah kita menarik-menarik guru-guru besar kita untuk kepentingan politik praktis, saya memandang Kyai dan ulama milik semua golongan dan Pesantren ini adalah milik semua golongan,” tegasnya.
Meski demikian, dalam hatinya yang paling dalam ia berharap apa yang diperjuangkannya selama ini bersama Sandiaga Salahuddin Uno mendapatkan dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. “Meski saya tidak meminta dukungan, tetapi dalam hati saya yang paling dalam saya hanya berharap, semoga perjuangan kita di ridhoi Allah SWT,” tandas Prabowo.
(*)