Ternyata Anak Pemimpin Khilafatul Muslimin Jadi Korban Pembantaian Umat di Lampung, Mertua Jenderal Andika Perkasa Ikut Terseret, Foto Dalangnya Dicari-cari

Kamis, 16 Juni 2022 | 21:32
Facebook

Anak Abdul Qadir Hasan Baraja pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin ternyata jadi korban pembantain di Lampung. Mertua Jenderal Andika Perkasa terseret.

Fotokita.net - Pemimpin Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja terus diperiksa polisi. Ternyata anak Abdul Qadir menjadi korban pembantaian umat di Talangsari, Lampung. Peristiwa itu menyeret nama mertua Jenderal Andika Perkasa. Foto dalangnya dicari-cari. Pantas pemimpin Khilafatul Muslimin ngotot bikin negara sendiri.

Tim penyidik Polda Metro Jaya membongkar akar organisasi Khilafatul Muslimin yang berpusat di Bandar Lampung, Lampung. Polda Metro Jaya mengungkapkan Khilafatul Muslimin tengah membangun negara dalam negara dengan sistem pemerintahan sendiri. Hingga saat ini ditemukan ada 14 ribuan warga yang tergabung dalam Khilafatul Muslimin dari berbagai daerah.

"Kami temukan puluhan ribu data warga Khilafatul Muslimin ini ormas ini, yang ditunjukkan dengan ada namanya KTP, kalau mereka ada namanya nomor induk warga. Yang ditemukan baru 14 ribu (orang)," kataDirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Mapolda Metro Jaya.

Dari total 14 ribu orang tersebut, paling banyak berprofesi sebagai wiraswasta. Disusul dengan petani dan karyawan serta sebagian kecil ada ASN dan dokter.

Bukan cuma itu, polisi mengungkap kepengurusan dari organisasi Khilafatul Muslimin. Pengurus dari organisasi itu diketahui terdiri atas para mantan narapidana kasus terorisme."Dari struktur kepengurusan itu banyak di antaranya eks napiter, apakah itu JI, JAD, NII," ucap Hengki.

Khilafatul Muslimin diketahui dipimpin oleh pria bernama Abdul Qadir Hasan Baraja. Dari catatan kepolisian, Baraja tercatat ikut terlibat dalam sejumlah aksi teror di Indonesia.

Dalam pemeriksaan, Abdul Qadir Baraja pun mengaku memiliki posisi kedudukan yang lebih tinggi dari Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar. Kedua orang itu diketahui merupakan pendiri dari Majelis Mujahidin Indonesia (MII) dan Jamaah Islamiyah (JI).

"Menurut pengakuan yang bersangkutan,justru yang bersangkutan lebih tinggi dari Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar. Jadi ini yang perlu kami sampaikan," katanya.

Baca Juga: Ternyata Gaji Menteri Pendidikan Khilafatul Muslimin Sumbernya Dari Sini, Pantas Anggotanya Tangisi Foto Uang Rp 2,3 Miliar yang Disita Polisi

Hengki menyebut keterlibatan Abdul Qadir Baraja dengan peristiwa teror dan kerusuhan bukan sesuatu yang asing. Baraja, yang merupakan eks napi terorisme, pernah terlibat dalam sejumlah kasus terorisme.

"Pimpinan tertinggi Abdul Qadir Hasan Baraja ini merupakan eks narapidana teroris. Pertama, pernah divonis 5 tahun terkait dengan teror, kemudian pengeboman gereja di Malang dan Borobudur, divonis 15 tahun," ucap Hengki.

Polisi juga mengungkap pimpinan tertinggi organisasi Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja terlibat dalam peristiwa kerusuhan Talangsari di Lampung pada 1989.

"Setelah kita interogasi lebih dalam juga ada kaitannya (Abdul Qadir Baraja) dengan peristiwa Talangsari yang bagian dari NII di Lampung. Dan putra yang bersangkutan meninggal di sana," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Mapolda Metro Jaiya, Jakarta, Kamis (16/6/2022).

Sekadar informasi, peristiwa Talangsari pada 1989 masuk kategori pelanggaran HAM berat. Dalam catatan Komnas HAM, peristiwa itu menewaskan 130 orang. Namun jumlah korban secara pasti dari peristiwa tersebut tidak diketahui hingga kini.

Anak pemimpin Khilafatul Muslimin jadi korban pembantaian umat di Talangsari, Lampung itu. Peristiwa Talangsari ini ternyata menyeret nama mertua Panglima TNI Andika Perkasa, Jenderal (purn) AM Hendropriyono.

Awal Februari 1989, sebuah surat permintaan pembubaran pengajian dilayangkan Kepala Desa Rajabasa Lama kepada Danramil 41121 Way Jepara Kapten Sutiman.

Dalam surat itu disebutkan, anggota jemaah sudah bersiap-siap “menunggu” pihak luar yang akan membubarkan mereka dengan senjata bom molotov.

Baca Juga: Bukan Cuma Menteri Pendidikan, Khilafatul Muslimin Ternyata Punya Pembantu Khalifah yang Khusus Kumpulkan Dana Operasional, Foto Sosoknya Terungkap

Facebook

Anak Abdul Qadir Hasan Baraja pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin ternyata jadi korban pembantain di Lampung. Mertua Jenderal Andika Perkasa terseret.

Kabar itu bukan isapan jempol semata. Dalam rangkaian hari yang sama, Kapten Sutiman meminta persetujuan Komandan Kodim 0411 Metro, anggota Musyawarah Pimpinan Kabupaten (Muspika) Way Jepara, Danrem 043 Garuda Hitam di Tanjung Karang, Kakansospol TK II Lampung Tengah dan Kakandepag TK II Lampung Tengah untuk langkah yang akan dilakukannya, menangkapi anggota jemaah pengajian pada sebuah penyerbuan malam.

Lalu pada Minggu, 5 Februari 1989, sekitar pukul 23:45, Serma Dahlan, Kopda Abdurrahman, Pamong Desa Ahmad Baherman, dan Kepala Dusun Talangsari III Sukidi, dibantu beberapa orang lainnya, menyergap salah satu pos ronda milik jemaah pengajian.

Sejumlah 7 orang jemaah ditangkap. Dua orang, satu di antaranya terluka parah akibat popor senjata, berhasil melarikan diri. Lima orang lainnya ditangkap dan ditahan di Kodim 0411 Metro, Lampung.

Keesokan harinya, Kasdim Mayor Oloan Sinaga melakukan penyergapan dan penyerangan lanjutan ke Cihideung, bersama 9 anggotanya. Tanpa didahului dialog dan memberikanperingatan terlebih dahulu, berdasarkan laporan Kontras, mereka menembaki perkampungan pada saat jemaah baru tiba dari sawah dan ladang.

Peristiwa itu sampai juga ke telinga Komandan Korem Gatam 043 Kolonel Hendropriyono.

Dalam catatan Kontras, Hendro jugalah yang melaporkan kepada Panglima Kodam II Sriwijaya, Mayjen TNI R Sunardi, yang sedang berada di Bandar Lampung dalam rangka peresmian lapangan tenis baru untuk Korem Gatam.

Pangdam Mayjen R Sunardi memerintahkan Hendropriyono untuk melanjutkan usaha penertiban di Dusun Talangsari III.

Dengan menggunakan truk-truk, pasukan pun disiapkan di sekitar Cihideung, Talangsari. Di lokasi itu, anggota jemaah pengajian melakukan ronda dan bersiap untuk bertahan bila kembali diserang.

Baca Juga: Keliling Indonesia, Menteri Pendidikan Khilafatul Muslimin Sisipkan Ajaran Menyimpang dalam Tausiah, Foto Sosoknya Terekspos

Facebook

Anak Abdul Qadir Hasan Baraja pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin ternyata jadi korban pembantain di Lampung. Mertua Jenderal Andika Perkasa terseret.

Jayus dan Alex, anggota jemaah pengajian, mengkoordinir jamaah dari Jakarta, Lampung, dan Solo untuk jaga malam.Tepat pukul 12 malam, serangan dilakukan. Suara tembakan menyalak-nyalak.

Petugas jaga jemaah pengajian pun membalasnya dengan tembakan dari senjata milik pasukan yang sempat menyerbu sebelumnya, dan tertinggal. Ketegangan semakin memuncak.

Beberapa kali, jemaah pengajian yang melakukan penjagaan memergoki beberapa tentara yang akan menyusup diam-diam. Saat akan diserang, tentara itu melarikan diri.

Matahari sudah mulai meninggi saat Kolonel Hendropriyono bersama lebih dari satu batalion pasukan infantri dibantu beberapa Kompi Brimob, Corps Polisi Militer (CPM) dan polisi menyerbu perkampungan Cihideung.

Pasukan penyerbu dilengkapi senjata M-16, bom pembakar (napalm), dan granat. Sebagian pasukan menggunakan dua buah helikopter, yang digunakan untuk membentengi arah barat.

Melihat penyerbuan terencana dan besar-besaran, tidak ada jalan keluar bagi jemaah untuk meyelamatkan diri. Mereka hanya bisa membentengi diri dengan membekali senjata seadanya. Korban pun berjatuhan.

Penyerbuan terus berlanjut. Anggota jemaah pengajian yang kebanyakan perempuan dan anak-anak yang tertangkap digiring menuju ke Kodim 0411 Metro yang berjarak 2 kilometer, dengan berjalan kaki.

Setelah berpuluh tahun, dan melalui proses penyidikan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan Kejaksaan Agung perlu memeriksa Hendro, karena dia diduga terlibat dalam kasus “pembantaian” Talangsari tersebut.

Baca Juga: Ini Foto Tampang Menteri Pendidikan Khilafatul Muslimin yang Dicokok Polisi? Begini Caranya Dapat Dana Operasional

Facebook

Anak Abdul Qadir Hasan Baraja pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin ternyata jadi korban pembantain di Lampung. Mertua Jenderal Andika Perkasa terseret.

Hendro sendiri tak pernah banyak bicara tentang kasusnya. Berdasar penelusuran, Hendro baru angkat bicara pada Desember 2014 lalu. Ia mengatakan bahwa dirinya difitnah dalam kasus Talangsari.

“Saya difitnah kasus Talangsari. Itu pertempuran, anak buah saya juga banyak yang mati. Asal bentrokan, dibilang pelanggaran HAM,” kesal Hendropriyono pada sebuah media online.

Soal bentrokan, Hendro membantah itu termasuk pelanggaran HAM. “Kalau orang berontak, nyerang, masa itu pelanggaran HAM? Jangan asal nuduh,” tegasnya.

Ia menegaskan, kasus Talangsari bukan pelanggaran HAM. “Talangsari disebut pelanggaran HAM. Saya akan tentang, di mananya?” katanya.

Ia justru balik menuding pihak-pihak tertentu memanfaatkan isu tersebut. “Saya tahu ada yang bayarin untuk nyerang saya (sebagai pelaku). Saya tahu, tapi saya nggak mau jahil. Kalau terpaksa, saya bisa bongkar semua,” ujarnya.

Mantan Kepala BIN ini selanjutnya mengatakan, namanya tak pernah disebut dalam penyidikan. “Kita ada aturan hukum. Sejak awal penyelidikan dan penyidikan, tidak satu pun nama saya disebut,” kata Hendro.

Bahkan dia juga mengaku tak pernah menghadiri panggilan dari Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Talangsari. Sebab, menurut Hendro, TPF secara hukum tidak memiliki hak sedikit pun untuk melakukan pemanggilan.

“Kalau diperiksa polisi, saya mau. TPF mau saya datang, ya datang ke rumah saya saja. Tapi dia (TPF) malah manggil. Saya nggak mau, mana aturannya kamu manggil orang? Dalam undang-undang apapun tidak ada kewengan dia untuk memanggil. Itu kan ada aturannya. Kalau yang panggil pengadilan, polisi, saya datang,” pungkasnya.

Baca Juga: Pantas Polisi Sebar Foto Bukti Uang Miliaran, Ternyata Khilafatul Muslimin Dapat Dana dari Negara-negara Kaya, Ini Daftarnya

(*)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya