Berjumpa Suku Primitif di Belantara Papua, Misi Kopassus Sukses Guncangkan Dunia, Temukan Potongan Kaki Anak Raja Minyak Amerika

Senin, 02 November 2020 | 18:14
Istimewa via TribunBatam.id

Prajurit baret merah Kopassus

Fotokita.net - Berjumpa suku primitif di belantara Papua, misi Kopassus sukses guncangkan dunia, temukan potongan kaki anak raja minyak Amerika.

Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pernah membentuk tim kecil untuk 'memburu' anak miliarder Amerika Serikat yang tersesat di pedalaman Papuapada 1961 silam. Kawasan Papua masih berupa belantara lebat yang jarang dikunjungi orang.

Beberapa tahun sebelum misi Kopassusdi Papua, ditemukan potongan kaki yang menggegerkan dunia.

Baca Juga: Buruan Cek Rekening, BLT BPJS Rp 1,2 Juta Ditransfer di Minggu Ini, Lihat Nama Penerima di sso.bpjsketenagakerjaan.go.id

Potongan kaki itu milik putra raja minyak Amerika Serikatsuper kaya, Michael Rockfeller.

Dia melakukan ekspedisi ke pedalaman Papua, namun hilang.

Sekira dua bulan kemudian, setelah upaya pencarian, jasadMichael Rockfellerhanya ditemukan berupa sepotong kaki yang masih mengenakan sepatu.

Baca Juga: Anggotanya Berani Main Keroyok Prajurit TNI, Ternyata Purnawirawan Jenderal Ini Jadi Pemimpin Turing Klub Moge, Pernah Pegang Jabatan Penting di TNI AD

Setelah penelitian, berdasar jenis sepatu, potongan kaki tersebut dikenali sebagai jasad dari mendiang Michael Rockfeller.

Kabar kematian Michael Rockfeller, yang keluarga miliarder, dengan cara yang sangat tragis itu menjadi perhatian dunia internasional. Termasuk rumor bahwaMichael Rockfellertelah dimakan suku terasing yang tinggal di belantara Papua.

Baca Juga: Masih Terbuka Pendaftaran BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Tukang Servis HP Syok Tiba-tiba Dapat Banpres Hingga Langsung Belanja Barang Ini

Rumor keberadaan suku pemakan manusia tidak hanya beredar di Papua Nugini, tapi juga menyebar ke kawasan pedalaman Irian Barat (Papua), yang pada 1960-an masih merupakan hutan lebat yang belum terjamah.

Beberapa tahun setelah peristiwa itu terjadi, Kopassusdikirim ke hutan belantara Papua.

Pada waktu itu, belantara Papuamasih sangat liar dan berisiko untuk didatangi, termasuk RPKAD (sekarang Kopassus) sekalipun.

Baca Juga: Gampang Banget Cuma Pakai E-KTP, Kartu BPJS Kesehatan Langsung Bisa Aktif Lagi, Begini Caranya

lancercell.wordpress.com
lancercell.wordpress.com

Ilustrasi Sniper Kopassus

RPKAD menelusuri hutan

Pada 5 Mei 1969, meski rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia di pedalaman Papua masih santer, dilakukan misi ke sana.

Ada tujuh anggota RPKAD, lima anggota Kodam XVII Cenderawasih Papua dan tiga warga asing yang juga kru televisi NBC, AS serta satu wartawan TVRI, Hendro Subroto.

Mereka melaksanakan ekspedisi ke LembahX, lokasinya di lereng utara Gunung Jayawijaya.

Baca Juga: Sudah Dibilang Tak Ada Kenaikan UMP 2021, Provinsi Ini Tetap Nekat Umumkan Upah Minimum Naik 3,27 Persen

Tim ekspedisi berjumlah 16 orang itu dipimpin personel RPKAD Kapten Feisal Tanjung, sebagai Komandan Tim, dan Lettu Sintong Panjaitansebagai Perwira Operasi.

Lembah X berpemandangan indah, sekaligus merupakan tempat yang belum pernah dijamah manusia dari luar.

Baca Juga: Bukan Ingin Dahului Takdir Tuhan, Ahli Tarot Ini Sebut Bakal Terjadi Banjir Air Mata Karena Bencana Dahsyat di Tanah Air, Kapan Waktunya?

(Kolase Tribun Jambi dan Wikipedia)
(Kolase Tribun Jambi dan Wikipedia)

Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono

Suku setempat masih dikenal sebagai suku yang sangat terasing. Dimungkinkan, itu merupakan suku yang masih memakan manusia seperti yang dialami Rockfeller. Tapi dugaan itu belum ada bukti.

Dengan risiko yang tinggi itu, pengendali ekspedisi Pangdam XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo, berpesan agar tim siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Dalam menjalankan ekspedisi, semua anggota militer mengenakan seragam militer lengkap, bersenjata senapan serbu AK-47 dan pistol, parang, tali-temali dan lainnya.

Baca Juga: Alhamdulillah, Rp 1,2 Juta Langsung Masuk Rekening, BLT BPJS Gelombang 2 Cair di Bulan Ini, Simak Jadwal Transfer BCA BRI dan Mandiri

Sebelum tim ekspedisi LembahX diterjunkan melalui udara, Lettu Sintong Panjaitan terlebih dahulu melakukan orientasi medan melalui udara. Sintong melakukan itu dengan cara menumpang pesawat misionaris jenis Cesna.

Lalu sesuai rencana, tim akan diterjunkan pada lokasi padang ilalang yang berdekatan dengan perkampungan yang diduga masih dihuni oleh suku terasing pemakan manusia.

Baca Juga: Pemimpin Muslim Prancis Minta Umat Islam Abaikan Kartun Nabi, Anak SBY Desak Jokowi Lakukan Ini Pada Emmanuel Macron

(Kolase youtube dan IST Tribun Medan)
(Kolase youtube dan IST Tribun Medan)

Jenderal TNI Jebolan Kopassus, Sintong Panjaitan (kanan)

Pendaratan nyasar

Pada 2 Oktober 1969, semua tim bersama keperluan logistik diterjunkan sesuai rencana meski dengan perasaan tak karuan. Pasalnya, mereka harus mendarat di daerah sangat terpencil yang konon didiami suku terasing yang masih suka memakan manusia.

Dengan perhitungan seperti itu, maka aksi penerjunan termasuk misi nekat.

Meski bersenjata lengkap, para personel RPKAD dan Kodam Cendrawasihdilarang melepaskan tembakan kecuali dalam kondisi sangat terpaksa.

Itu pun merupakan tembakan yang dilepaskan ke atas untuk tujuan menakut-nakuti. Semua tim akhirnya bisa melakukan penerjunan dengan selamat.

Baca Juga: Jadi Artis Terkaya Hingga Dinikahi Pengusaha Tajir Melintir, Siapa Sangka Nikita Willy Masih Mau Lakukan Pekerjaan Mulia Ini

Tapi, Lettu Sintong yang seharusnya mendarat di padang ilalang yang jauh dari perkampungan suku terasing, justru mendarat di tengah kampung.

Dia langsung dikepung oleh warga yang hanya mengenakan koteka sambil mengacungkan tombak, panah dan kapak batu.

Sadar sedang menghadapi bahaya dan masih terbayang oleh suku ganas pemakan manusia, secara refleks Sintong Panjaitan memindahkan posisi senapan AK-47 di bahu ke posisi di depan dada serta mengokangnya.

Baca Juga: Selain Keroyok Prajurit Intel TNI, Anggota Klub Moge Disebut Main Hakim Sendiri di Jalan, Barang Ini Jadi Buktinya

Tapi Sintong Panjaitan terkejut ketika melihat senapan AK-47-nya ternyata tanpa magazin karena terjatuh saat terjun.

Dengan kondisi senapan AK-47 tanpa peluru, jelas sama sekali tidak berguna jika harus menghadapi warga suku terasing yang terus memandanginya secara curiga sambil mengacungkan semua senjata tradisional itu.

Baca Juga: Cinta Memang Buta, Pilot Cantik Rela Dinikahi Pratu TNI AD Karena Modal Ini, Kisah Cintanya Jadi Sorotan

Tiba-tiba, Sintong Panjaitan melihat magazin tempat peluru yang jatuh itu berada di antara warga suku. Magazin itu sedang ditendang-tendang seorang pemuda yang mungkin merasa bingung dengan benda asing itu.

Di luar dugaan, pemuda itu mengambil magazin dan memberikannya kepada Sintong. Sebuah pertanda bahwa warga suku itu ingin bersahabat.

Sintong akhirnya membiarkan saja ketika sejumlah warga suku menyentuhnya, lalu memeganginya. Warga suku melakukan itu untuk memastikan bahwa ‘manusia burung’ yang jatuh dari langit itu masih hidup dan merupakan manusia seperti mereka.

Baca Juga: Istrinya Ngadu ke Fadli Zon, Habib Bahar bin Smith Malah Jadi tersangka Lagi, Kasus Lama Sengaja Dibuka?

Tribun Jambi
Tribun Jambi

Ilustrasi Kopassus

Waswas manusia pemakan daging

Meski diliputi oleh perasaan waswas dan awalnya merasa akan diserang dan ‘dimakan’, semua tim ekspedisi ternyata diperlakukan secara bersahabat dan kemudian bisa berinteraksi secara normal dengan suku terasing itu.

Sebagai suku terasing dan menggunakan bahasa yang saat itu tidak bisa dipahami, semua anggota tim ekspedisi pun harus belajar keras memahami bahasa setempat dengan cara mencatatnya.

Baca Juga: Masih Mendekam di Lapas Gunung Sindur, Habib Bahar Bin Smith Kembali Tersandung Kasus, Perkara Lama Sengaja Dibuka?

Seperti diduga, meski bukan merupakan suku kanibal, suku terasing di LembahX masih sangat primitif dan sama sekali. Suku itu belum mengenal korek api, cermin, pisau, pakaian, apalagi kamera televisi yang bisa merekam mereka.

Warga suku LembahX juga masih lari tunggang langgang setiap ada pesawat lewat atau sedang melaksanakan dropping logistik. Mereka mengira sebagai burung raksasa yang akan menyambarnya.

Semua warga suku juga takut air dan tidak pernah mandi dan untuk minum. Mereka mengandalkan tanaman tebu liar.

Baca Juga: Dana Banpres Rp 2,4 Juta Tetap Bisa Cair? NIK Tak Terdaftar di eform.bri.co.id, Cepat Lakukan Hal Ini

Kebiasaan memakan tebu itu secara tidak sengaja sekaligus berfungsi sebagai sikat gigi, sehingga semua warga suku giginya tampak putih bersih.

Kehilangan film di jeram berbahaya

Meski sempat mengalami musibah ketika sejumlah perahu karet yang ditumpanginya terbalik di jeram dan tim NBC kehilangan rekaman film yang sangat berharga, semua tim ekspedisi bisa pulang selamat pada akhir Desember 1969.

Baca Juga: Hukumannya Disunat Jadi 2 Tahun Penjara, Koleksi Barang Mewah Bupati Tercantik Indonesia Dilelang KPK, Berikut Daftarnya

Bagi anggota RPKAD dan Kodam Cendrawasihekspedisi LembahX terbilang sukses, karena menginspirasi ekspedisi berikutnya yang kemudian dikenal sebagai Ekspedisi Nusantara Jaya.

Tapi bagi kru NBC, ekspedisi itu gagal total karena telah kehilangan semua rekaman yang bernilai jutaan dollar.

Baca Juga: Kuota Penerima Banpres Masih Jauh dari Target, Ini 5 Solusi Atasi Kendala Saat Daftar BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Dijamin Langsung Cair

Tulisan ini diambil dari sumber: Sintong PanjaitanPerjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya