Fotokita.net - Garuda rugi Rp 10 triliun karena corona, maskapai ini malah sukses jualan odading hingga raup untung miliaran rupiah.
Maskapai penerbangan tak terbang lagi, semenjak pandemi Covid-19 terjadi di awal tahun 2020, 3 miliar masyarakat dunia terisolasi.
Semua orang di rumah, tak pergi ke mana-mana.
Karantina wilayah pun diberlakukan di mana-mana.
Sekarang, karantina sudah mulai dibuka perlahan, tapi pertemuan-pertemuan masih dibuat secara daring.
Praktis bisnis penerbangan terpukul.
Secara global penerbangan turun di atas 90 persen.
Bahkan diprediksi kerugian bisa mencapai miliaran Dollar Amerika Serikat.
Produsen maskapai seperti boeing dan airbus juga terkena imbas.
Permintaan pesawat turun, bahkan di semester 1, ratusan perusahaan membatalkan pesanan ke airbus dan boeing.
Diprediksi maskapai baru bangkit pada tahun 2023.
Beberapa waktu lalu, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap kinerja perseroannya.
Sebab, dengan adanya pembatasan pergerakan dan penerbangan pada masa pandemi, rata-rata frekuensi penerbangan menurun drastis dari yang sebelumnya melayani lebih dari 400 penerbangan per harinya menjadi hanya berkisar di angka 100 penerbangan per hari.
:quality(100)/photo/2020/10/01/4083611366.jpeg)
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra memberikan keterangan dalam acara peluncuran livery pesawat Garuda Indonesia "Ayo Bermasker"
Di samping itu, jumlah penumpang juga mengalami penurunan tajam hingga mencapai 90 persen.
“Namun demikian kami terus memperkuat langkah pemulihan kinerja seoptimal mungkin agar perseroan dapat segera rebound dan memperoleh pencapaian kinerja yang semakin membaik.
Fokus utama kami adalah mengupayakan perbaikan fundamental perseroan secara terukur dan berkelanjutan,” ujar Irfan dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/8/2020).
Irfan mengaku telah melakukan upaya pemulihan kinerja secara menyeluruh pada lini bisnis perseroan.
Misalnya dengan cara optimalisasi pendapatan penumpang penerbangan berjadwal, layanan kargo udara hingga penerbangan charter.
Selain itu, perseroan turut menjalankan langkah strategis dari aspek pengelolaan biaya melalui upaya negosiasi biaya sewa pesawat, restrukturisasi utang, hingga implementasi efisiensi di seluruh lini operasional guna menyelaraskan tren supply dan demand di masa pandemi ini.
“Pandemi Covid-19 mengantarkan industri penerbangan dunia berada pada titik terendahnya di sepanjang sejarah.
Kendati berada di tengah situasi sulit, Garuda Indonesia optimistis bahwa dengan upaya pemulihan kinerja yang telah dilakukan dan dengan dukungan penuh Pemerintah serta soliditas stakeholder penerbangan, Perseroan dapat terus bertahan dan kembali bangkit,” kata Irfan.
Sebelumnya, Garuda Indonesia melaporkan rugi bersih sebesar 712,72 juta dollar AS atau setara Rp 10,34 triliun (kurs Rp 14.500 per dollar AS) sepanjang semester I-2020, berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit.
Logo RANS Bertengker di Badan Pesawat Garuda Indonesia
Capaian tersebut, berkebalikan dengan kinerja Garuda Indonesia di periode sama tahun 2019 yang membukukan laba besih sebesar 24,11 juta dollar AS atau setara Rp 349,5 miliar.
Kondisi ini sejalan dengan kinerja pendapatan perseroan yang juga turun drastis 58,18 persen, menjadi 917,28 juta dollar AS di sepanjang Januari-Juni 2020 dari periode yang sama di 2019 yang sebesar 2,19 miliar dollar AS.
Capaian pendapatan usaha itu ditunjang pertumbuhan pendapatan penerbangan tidak berjadwal sebesar 392,48 persen, menjadi 21,54 juta dollar AS dari periode sama di tahun sebelumnya sebesar 4,37 juta dollar AS.
Adapun pendapatan penerbangan berjadwal tercatat turun menjadi sebesar 750,25 juta dollar AS. Sementara perseroan membukukan pendapatan lainnya sebesar 145,47 juta dollar AS.
Di sisi lain, penurunan pendapatan usaha perseroan turut diikuti penurunan beban usaha menjadi sebesar 1,64 miliar dollar AS, dari sebelumnya sebesar 2,10 miliar dollar AS.
Ilustrasi Garuda Indonesia
Sementara itu, perusahaan maskapai penerbangan Thai Airways menyatakan bangkrut.
Tidak disangka, perusahaan ini memiliki cara sendiri untuk mencoba bertahan.
Cara yang dilakukan oleh Thai Airwaysdianggap tidak biasa.
Mereka justru banting stir menjadi berjualan makanan.
Dengan logo yang sama, mereka berjualan makanan dengan nama Thai Catering.
Dikutip dari Kompas, makanan yang dijual adalah snack atau street food.
Yaitu patong-go atau roti goreng dari Thailand.
Patong-go tersebut mirip dengan cakwe atau odadingdi Indonesia.
Thai Airways berjualan Patong Go sejenis odading di Indonesia
Patong-go yang dijual Thai Catering disertai dengan saus.
Saus khas yang terbuat dari ubi ungu dan puding telur.
Kerenyahan dan kelembutan kue patong-go yang dibalur saus tersebut membuat masyarakat ketagihan.
Apalagi harga patong-go dibanderol dengan harga murah yakni 50 baht atau sekitar 23 ribu rupiah (9/10/2020).
Setiap porsi akan mendapat 3 potong patong-go beserta saus.
Tidak heran jika makanan tersebut laku keras di pasaran.
Patong Go sejenis odading di Indonesia
Presiden maskapai, Chansing Treenuchagron mengatakan patong-go tersebut sangat populer akhir-akhir ini.
Orang-orang rela antre setiap pagi sampai antrian memanjang.
Patong-go tersebut memang dijual di pagi hari meskipun ada outlet yang setiap hari buka.
Makanan ini dijual di 5 gerai di Bangkok.
Kelima gerai itu berlokasi di toko roti Puff & Pie di pasar Or Tor Kor, di kantor pusatnya di distrik Chatuchak, gedung Rak Khun Tao Fa, gedung Thai Catering di distrik Don Muang, serta kantor cabang Thai Airways di Silom.
Thai Airways mengatakan mereka masih merencanakan untuk membuka franchise.
Patong Go sejenis odading di Indonesia
Diketahui, Thai Airways bangkrut karena mismanajemen keuangan.
Keuangan mereka semakin parah setelah pandemi Covid-19 tahun ini.
Thai Airways dinyatakan bangkrut dengan total utang 332,2 miliar baht atau sekitar 157 triliyun rupiah.
Namun, tampaknya manajemen sedikit terbantu dengan penjualan patong-go.
Patong-go tersebut menghasilkan skitar 10 juta baht atau sekitar 4,7 miliar per bulan