Fotokita.net - Guru Besar FEUI yang jug ahli ekonomi Rhenald Kasalimenilai masyarakat mengalami kelelahan mental (mental fatique) akibat pandemi Covid-19.
Rhenald mengatakan kelelahan mentalterjadi karena masyarakat berada di rumah terlalu lama selama pandemi.
"Setelah 5-6 bulan mengalami ini kita semua mengalami yang disebut dengan mental fatique," ujar Rhenald Kasalidalam webinar 'Peluang Kerja di Masa yang akan Datang', Sabtu (12/9/2020).
Menurutnya, dalam situasi kelelahan mental, masyarakat terutama anak muda ingin berkumpul kembali bersama sejawat. Membuat masyarakat ingin berkegiatan di luar rumah.
Rhenald mengatakan situasi ini membahayakan karena dapat meningkatan kembali kasus positif corona.
Baca Juga: Tulari 10 Pejabat NTT Covid-19, Begini Kabar Terkini Menteri KKP Edhy Prabowo Usai Sempat Masuk ICU
"Kita pikir aman kita ingin keluar kota. Di situlah peak-nya (puncak) naik lagi kan. Pandeminya itu naik lagi begitu, karena kita lagi mental fatique itu," ucap Rhenald Kasali.
Situasi ini wajib dihindari untuk memperparah situasi pandemi di Indonesia. Dirinya meminta masyarakat terutama anak muda untuk menghindari kerumunan.
Mengingat anak muda, menurut Rhenald berpotensi menjadi orang tanpa gejala (OTG).
Baca Juga: Penumpang Commuter Line Dilarang Pakai Masker Scuba dan Buff, Ahli Jelaskan Alasannya
"Tolong anak muda ini hindari kerumunan kerumunan itu sangat penting sekali, karena kalian punya orang tua. Kalian aman berarti orang muda relatif sudah aman, tapi orang tua ini berisiko," pungkas Rhenald Kasali.
ProfesorRhenald Kasalimemaparkan dua modal yang harus dimiliki masyarakat Indonesia di masa pandemiCovid-19.

:quality(100)/photo/2019/08/14/1803432684.jpg)
Akademisi dan praktisi Bisnis Rhenald Kasali dalam konferensi pers peluncuran buku #MO di Jatiwarna, Bekasi, Selasa (13/8/2019).
Guru Besar bidang ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu menyebut berbicara soal sumber daya manusia (SDM) itu berarti berbicara soal dua modal utama yang ada pada diri manusia, yakni kesehatan dan pendidikan.
“Manusia akan bekerja dengan modal yang ada pada dirinya,” kata Prof Rhenald dalam webinar dan launching TribunKaltara.com, Jumat (18/9/2020).
Modal yang paling utama dijelaskannya adalah kesehatan dan nilai budaya yang dapat dianut, sebagai modal kepribadiannya.
“Apakah dia jujur dan sebagainya. Jadi kalau dompet kita hilang bisa lah kita cari duit lagi, tapi kalau nama baik kita ilang itu susah. Itu yang pertama,” kata Rhenald Kasali.
Modal kedua yang dipaparkannya adalah modal insani yakni pendidikan, untuk menunjukkan kapabilitas seseorang.
Sosok diduga dokter dihukum polisi menyapu jalan.
Namun dijelaskannya orang yang memiliki pendidikan tinggi tidak menjamin memiliki kapabilitas yang mumpuni.
“Ada orang yang memiliki pendidikan tinggi tapi tidak memiliki kapabilitas itu banyak terjadi,” katanya.
Persoalan pertama yang sering kali menjadi paradigma di masyarakat Indonesia, pendidikan yang tinggi itu sama dengan kecerdasan, padahal menurutnya dua hal itu berbeda.
Pendidikan dijelaskan Prof Rhenald merupakan suatu alat yang diberikan di sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi yang kerap disebut kecerdasan intelektualitas.
Namun hal tersebut menurutnya tidak selalu dapat mengukur kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan emosional, kecerdasan membangun relasi dengan orang, kecerdasan moral, kecerdasan teknologi, kecerdasan eksploratif, dan sebagainya.
“Ditengah pandemikehidupan ini berubah tiba-tiba menjadi dunia digital. Kita menemui kendala, orang seusia saya dituntut untuk memiliki kemampuan teknologi,” katanya
“Tidak harus bikin tik tok tapi bisa lah menggunakan video dan ilmu pengetahuan di dunia online,”lanjut Rhenald
Prof Rhenald menambahkan satu kecerdasan lagi yang dibutuhkan saat ini adalah kecerdasan kontekstual.
Algoritma di era digital seperti saat ini membuat seseorang terjebak dalam sebuah kotak yang jika tidak disikapi dengan bijak akan berdampak tidak baik tanpa adanya validasi.
“Misalnya anda tidak suka dengan Presiden Jokowi maka ketika anda sekali membuka hal berbau negatif di internet tentang Jokowi, maka akan dikirimi terus konten-konten yang tidak menyukai Jokowi dan anda tidak melakukan validasi maka anda tidak memiliki kecerdasan kontekstual,” ujar Rhenald.
“Manusia yang cerdas adalah manusia yang bisa melakukan validasi, jadi tidak serta merta mengadili,” lanjutnya.
“Di zaman ini tidak hanya cukup memiliki kecerdasan intelektual tapi juga harus memiliki kecerdasan intelegensi dan memiliki keterampilan,” pungkasRhenald Khasali.
(TribunKaltim/TribunKaltara)