Ucapan Anak Kesayangannya Berbuntut Panjang, Megawati Bikin PDIP Gigit Jari Lagi di Pilkada Sumbar, Ahli Sejarah Beberkan Alasannya

Selasa, 08 September 2020 | 17:25
instagram @puanmaharaniri

Puan Maharani dan Megawati

Fotokita.net -Ucapan anak kesayangannya berbuntut panjang, Megawati Soekarnoputri bikin PDIP gigit jari lagi di Pilkada Sumbar 2020. Ahli sejarah pun beberkan alasannya.

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua DPP Puan Maharani kompak menyinggung soal Sumatera Barat pada pengumuman pasangan calon Pilkada 2020, Rabu (2/9/2020).

Saat menyerahkan rekomendasi untuk calon gubernur dan wakil gubernur Sumbar, Mulyadi-Ali Mukhni, Puan menyatakan harapannya agar Sumbar menjadi provinsi yang mendukung Pancasila.

Sementara itu, Megawati mengaku heran mengapa rakyat Sumbar hingga saat ini belum sepenuhnya mau menerima PDI-P, meski sudah ada beberapa kantor DPD dan DPC di sana.

"Kalau saya melihat Sumatera Barat itu, saya pikir kenapa ya rakyat di Sumatera Barat itu sepertinya belum menyukai PDIP, meskipun sudah ada daerah yang mau ada DPC atau DPD," ujar Mega.

Baca Juga: Sebut Ada yang Tak Terlihat di Balik Sindiran Puan Maharani, Rocky Gerung Anggap Anak Megawati Jadi Titik Paling Lemah dalam Paket Rezim Jokowi

Menurut dia, ini menyulitkan PDI-P ketika menentukan calon kepala daerah di Sumbar. Padahal, kata Mega, banyak pahlawan nasional yang lahir dari Sumbar.

"Kalau untuk mencari pemimpin di daerah tersebut menurut saya masih akan agak sulit," katanya.

"Padahal, kalau kita ingat sejarah bangsa, banyak orang dari kalangan Sumbar yang menjadi nasionalis yang pada waktu itu kerja sama dengan Bung Karno (Soekarno), Bung Hatta (Moh Hatta). Bung Hatta kan sebenarnya datang dari Sumbar," imbuh Mega.

Baca Juga: Sindirannya Bikin PDIP Ciut Nyali Hingga Mundur dari Pilkada Sumatera Barat, Ternyata Puan Maharani Punya Kekayaan yang Tak Main-main, Berikut Rinciannya

Berbuntut panjang

Pernyataan Puan dan Mega berbuntut panjang hingga akhirnya bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubenur Sumatera Barat yang diusung PDI-P Mulyadi dan Ali Mukhni memutuskan mengembalikan surat rekomendasi.

Mulyadi menganggap pernyataan Puan secara khusus menyudutkan masyarakat Sumbar.

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menilai Mulyadi tidak memiliki sikap kepemimpinan yang kokoh.

Baca Juga: Kritik Sindiran Puan Maharani Soal Sumatera Barat, Fadli Zon Meradang Saat Disinggung Penghargaan Bintang Mahaputera: Memang Saya Nggak Boleh Ngomong?

"Sejak awal, saya sudah menduga bahwa Mulyadi tidak kokoh dalam sikap sebagai pemimpin, sehingga mudah goyah dalam dialektika ideologi," kata Hasto, Minggu (6/9/2020).

Hasto menilai, apa yang disampaikan oleh Puan merupakan suatu harapan agar Sumatera Barat jauh lebih baik.

Puan, menurut Hasto, berharap Sumatera Barat melahirkan tokoh-tokoh seperti Bung Hatta, KH Agus Salim, Prof Mohammad Yamin, Rohana Kudus, HR Rasuna Said, M. Natsir, Tan Malaka, dan selainnya yang telah berjuang untuk Indonesia.

via Kompas.com (Kompas/JB Suratno)
via Kompas.com (Kompas/JB Suratno)

Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan.

Hasto mengatakan, PDI-P ingin masyarakat Sumatera Barat meneladani para tokoh tersebut sebagai para pejuang bangsa dan sosok pembelajar yang baik.

Ia menambahkan, sikap Mulyadi tersebut sangat dipahami karena politik kekuasaan bagi yang tidak kokoh dalam prinsip, hanya menjadi ajang popularitas.

“Sedangkan bagi PDI-P menjadi pemimpin itu harus kokoh dan sekuat batu karang ketika menghadapi terjangan ombak, terlebih ketika sudah menyangkut Pancasila," ujarnya.

Baca Juga: Namanya Muncul dalam Foto Surat Rekomendasi yang Bocor, Inilah Sosok Cucu Soekarno Disebut Jadi Andalan PDIP di Pilkada Surabaya 2020

Tak punya figur

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Ilham Aldelino Azre berpendapat, PDI-P harus mengubah strategi politik apabila mau meraup suara di Sumatera Barat.

Salah satunya, PDI-P mesti merekrut sosok tokoh adat atau tokoh agama lokal yang memiliki basis massa yang kuat.

"Harus mengubah strategi politik dengan merekrut orang-orang lokal yang punya basis massa yang kuat dan lebih diterima masyarakat," kata Ilham, Senin (7/9/2020).

Sebab, menurut Ilham, selama ini PDI-P tidak memiliki figur yang kuat, baik di tingkat nasional maupun lokal, yang mampu menarik hati akar rumput di Sumbar.

Line
Line

Puan Maharani

Ilham mengatakan, ketokohan Soekarno tidak bisa "dijual" di Sumbar. Ditarik ke sejarah di masa lalu, Sumbar merupakan basis Masyumi, yang saat itu merupakan partai politik Islam terbesar.

Masyumi diketahui sempat dilarang oleh Soekarno karena diduga mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

"Ada faktor historis yang tidak diterima masyarakat Sumbar (tentang) ideologi Soekarno," ujar dia.

Sosok Megawati dan Puan pun dinilai sulit digunakan untuk meraih simpati masyarakat.

Kendati demikian, Ilham mengatakan, bukan berarti masyarakat Sumbar terikat dengan partai politik berbasis Islam.

Sebab, pada kenyataannya, partai-partai nasionalis lebih sering menang di Sumbar saat pemilihan umum.

Menurut Ilham, salah satu faktor yang membuat partai-partai tersebut menang karena mampu merangkul tokoh lokal yang memiliki massa atau memiliki figur nasional yang memang berpengaruh.

Baca Juga: Bak Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya, Dulu Amien Rais Nazar Jalan Kaki dari Yogya ke Jakarta, Kini Anaknya Sesumbar Berenang dari Pantai Kapuk Sampai Labuan Bajo

Guru Besar Sejarah Universitas Andalas Gusti Asnan sepakat bahwa sulitnya PDI-P diterima di Sumbar salah satunya karena kenyataan historis.

Menurut Gusti, sejak era reformasi, PDIP memang hanya sedikit memperoleh kursi legislatif di Sumatera Barat.

"Kita akui ada satu, dua, tapi perolehan PDIP secara nasional ya dibandingkan prestasi di Sumbar jauh dari yang mereka harapkan," katanya, Senin (7/9/2020).

Baca Juga: Tak Dipercaya Tien Soeharto, Ucapan Peramal Ini Jadi Kenyataan Saat Soeharto Duduki Kursi Presiden RI

Gusti menilai, penyebab sedikitnya perolehan suara PDIP di Sumatera Barat karena belum dilakukannya pendekatan sesuai budaya dan kearifan lokal.

Oleh karena itu, ia berharap, Megawati dan PDI-P introspeksi diri. "Menurut saya, kegagalan PDI-P di Sumbar ini ada hubungannya dengan pendekatan budaya atau kearifan lokal yang belum mereka terapkan, yang mayoritas orang Minang," ujar Gusti.

"Ini bagian introspeksi diri bagi Ibu Megawati dan PDI-P, yang saya pikir ini belum mereka lakukan," imbuhnya.

Guru Besar Sejarah Universitas Andalas Gusti Asnan mengatakan, apa yang disampaikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait sulitnya warga di Sumatera Barat menerima PDIP adalah kenyataan historis.

Menurut Gusti, sejak era reformasi, PDIP memang hanya sedikit memperoleh kursi legislatif di Sumatera Barat.

"Kita akui ada satu, dua, tapi perolehan PDIP secara nasional ya dibandingkan prestasi di Sumbar jauh dari yang mereka harapkan," kata Gusti saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/9/2020).

Baca Juga: Sempat Gandeng Putra Mahkota Abu Dhabi yang Super Tajir, Begini Nasib Pembangunan Ibu Kota Baru di Tengah Pandemi, Ada Di Ujung Tanduk?

Gusti menilai, penyebab sedikitnya perolehan suara PDIP di Sumatera Barat karena belum dilakukannya pendekatan sesuai budaya dan kearifan lokal.

Oleh karena itu, ia berharap, Megawati dan PDIP melakukan introspeksi diri.

"Menurut saya kegagalan PDI-P di Sumbar ini ada hubungannya dengan pendekatan budaya atau kearifan lokal yang belum mereka terapkan, yang mayoritas orang Minang," ujarnya.

"Ini bagian introspeksi diri bagi ibu Megawati dan PDIP, yang saya pikir ini belum mereka lakukan," ucap Gusti Asnan.

Faktor sejarah

Gusti juga mengatakan, dari faktor sejarah, realita politik di Sumatera Barat dulunya menjadi basis Masyumi dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) yang sering berseberangan dengan Partai Nasional Indonesia (PNI), yang menjadi cikal bakal lahirnya PDIP.

Kemudian, sejarah penumpasan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) oleh pemerintahan Presiden Soekarno juga menjadi alasan.

PRRI merupakan hasil pergolakan sejumlah tokoh di daerah dengan Pemerintahan Soekarno yang memprotes tentang kebijakan pusat karena dianggap tidak memberikan wewenang kuat kepada daerah.

Kemudian, Soekarno melakukan operasi militer karena dianggap sebagai separatisme. Saat itu, banyak tokoh-tokoh Sumatera Barat yang ditangkap oleh Soekarno.

Baca Juga: Batal Lawan Kotak Kosong, Inilah Sosok Rival Gibran Rakabuming di Pilkada Solo 2020, Cuma Jadi Penggembira?

Setelah itu, ditangkapnya tokoh Islam asal Sumatera Barat, Buya Hamka, oleh Pemerintahan Soekarno membuat sosok presiden pertama itu semakin tak disenangi di mata masyarakat Sumbar.

Hamka yang dikenal sebagai ulama kharismatik ditangkap atas tuduhan subversif oleh rezim Soekarno.

"Dalam banyak kesempatan, ada hubungannya. PDI-P kurang dapat suara karena ingatan kolektif orang Sumbar terhadap PNI dan Bung Karno sebagai cikal bakal pendahulu PDIP," ucapnya.

Baca Juga: Resmi, Orang Indonesia Dilarang Masuk Wilayah Malaysia Karena Covid-19, Begini Tanggapan Istana

Lebih lanjut, Gusti menyarankan, PDIP sebaiknya melakukan pendekatan kultural dan mendekati tokoh-tokoh daerah yang berpengaruh sehingga dapat menarik suara pemilih di Pilkada Sumbar.

"Alangkah eloknya tokoh-tokoh daerah orang Minang, yang pilihan, yang cendikiawan, penghulu misalnya," ucap Gusti Asnan.

(Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma