Fotokita-net -Saat ini, Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara dengan kasus positif terbanyak di dunia dengan 3,8 juta kasus.
Sementara kasus virus Corona di Brasil tembus 2 juta dan India tembus 1 juta kasus.
Lalu ada Rusia dengan 750.000 kasus dan Afrika Selatan dengan lebih dari 350.000 kasus.
Berdasarkan data dari Worldometers.info hingga Minggu (19/7/2020), kasus virus coronayang sebabkan penyakit Covid-19sudah mencapai lebih dari 14 juta kasus.
Tepatnya ada 14.425.865 kasus positif virus coronadi seluruh dunia.
Selain itu, kasus kematian juga mencapai 604.917 kasus dan 8.612.194 lainnya sudah dinyatakan sembuh.
Saat ini, Indonesia memang ramai dibicarakan karena angka kasus Covid-19yang tak kunjung turun.
Indonesia juga mendapat sorotan khusus mengingat kasus virus Corona kini jauh melampaui negara penyebar pertama, China.
Beda Penanganan Covid-19di China dan Indonesia
Ada dua perbedaan yang begitu mencolok dari China lawan Indonesia terkait penanganan Covid-19.
Pakar membongkar fakta perbedaan tersebut terutama data terkait tes yang dikuak.
Dilansir Intisari, pakar mengungkapkan adanya dua perbedaan yang begitu ketara.
Ada kabar buruk untuk seluruh warga Indonesia, di mana kasus virus coronadi Tanah Air semakin banyak.
Diketahui kasus virus coronapertama kali ditemukan pada 2 Maret 2020.
Dan setelah hampir 4 bulan lamanya, hingga Sabtu (19/7/2020), ada penambahan lebih dari 1.700 kasus harian.
Artinya kini Indonesia memiliki 84.882 kasus positif virus corona.

:quality(100)/photo/2020/07/13/2797217082.png)
Ilustrasi rapid test
Dengan catatan 4.016 kasus kematian dan 43.268 orang dinyatakan sembuh.
Data itu membuat Indonesia menjadi negara dengan kasus positif virus Corona terbanyak di Asia Tenggara.
Sementara di Asia, Indonesia menempati peringkat ke 9 dan ke 25 di dunia.
Selain itu, jumlah kasus di Indonesia melampaui jumlah kasus di China.
Saat ini, negara yang pertama kali menemukan virus coronapada akhir Desember 2019 itu hanya memilii 83.660 kasus positif.
Dengan 4.634 kasus kematian dan 78.775 orang dinyatakan sembuh.
Petugas PPDP KPU Kota Surabaya saat jalani Rapid Test
Perbandingan kasus virus corona di Indonesia dan China
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah menyatakan bahwa salah satu cara mengendalikan penyebaran virus coronaadalah dengan melakukan tes sebanyak mungkin.
Dan China melakukannya.
Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia dilaporkan telah melakukan tes pada 90 juta warganya.
Sementara Indonesua baru melakukan tes pada 697.043 orang dengan 1,2 juta spesimen.
Jomplangnya data ini memberikan fakta bahwa masih kurangnya tes untuk virus corona di Indonesia.
Perbedaan lainnya antara Indonesia dan China adalah China memiliki positivity rate 0,1 persen.
Positivity rate adalah persentase kasus positif dibanding total kasus yang diperiksa.
Sementara angka positivity rate di Indonesia terbilang tinggi yaitu 12,2 persen.
Sebab, menurut WHO idealnya positivity rate adalah di bawah 5 persen.
Dengan begini, tak heran Indonesia disebut masih perlu kerja keras untuk menghentikan penyebaran virus corona.
Tentu kita semua berharap bahwa keadaan di Indonesia akan semakin membaik.
Kapan Berakhir?
Dikutip dari Intisari-Online.com, jika kita menilik sedikit ke awal-awal Covid-19masuk ke Indonesia tentu saja nasib Indonesia memprihatinkan.
Kasus pertama virus Corona (Covid-19) diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret 2020.
Setelah itu, setiap hari ada kasus-kasus baru.
Dan setelah hampir 4 bulan lamanya, kini Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus virus coronaterbanyak di dunia.
Bahkan nomor 1 di Asia Tenggara.
Di mana hingga Kamis (17/7/2020), ada 81.668 kasus positif virus coronadi Indonesia.
Sementara ada 3.873 kasus kematian dan 40.345 orang dinyatakan sembuh.
Jawa Timur menjadi provinsi dengan kasus terbanyak. Disusul DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan.
Melihat hal ini, banyak masyarakat Indonesia yang bertanya-tanya, kapan pandemi virus coronaini segera berakhir?
Sulit diprediksi
Sumber masalah kasus Corona di Indonesia tidak terus turun dan turun sebenarnya telah diketahui.
Pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Windhu Purnomo mengatakan, virus coronayang ada di Indonesia masih sulit diprediksi kapan berakhirnya.
Hal itu menyusul data yang selalu berubah-ubah di setiap waktunya.
"Jadi sebetulnya kalau datanya tidak berubah-ubah, akan lebih mudah diprediksi."
"Yang menyulitkan itu kan karena data yang selalu berubah," kata Windhu saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (16/7/2020).
Data dapat berubah, menurut Windhu dikarenakan kebijakan yang tidak konsisten.
Apabila kebijakan yang diambil longgar, maka banyak masyarakat yang tidak disiplin sehingga kasus dapat naik.
Sebaliknya, bila kebijakan yang diambil ketat, maka masyarakat dapat displin dan kasusnya akan turun.
"Prediksi itu kan mesti pake asumsi-asumsi, asumsinya kalau keadaannya seperti ini, nanti puncaknya akan kapan, dan turunnya kapan."
"Tapi kalau datanya berubah, ya harus diulang lagi," jelas dia.
"Ya susah ini, apalagi di negeri seperti kita ini yang kebijakannya terus berubah."
Serupa dengan Windhu, epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto juga mengungkapkan hal yang sama.
Ia pun belum dapat memastikan kapan pandemi Covid-19di Indonesia dapat berakhir.
"Pertanyaan sulit sekali (soal kapan Covid-19di Indonesia berakhir)."
"Jadi kita enggak tahu kapan akan berakhir," ucap Windhu.
"Saya sendiri juga bertanya-tanya karena sangat tergantung pada pilihan pendekatan untuk kepatuhan masyarakat," kata Tonang saat dihubungi terpisah.
Tonang memaparkan, pilihan pendekatan yang ia maksud adalah strategi yang bisa diambil oleh pemerintah.
Apabila pendekatan tersebut tidak dapat menjamin kepatuhan masyarakat, kata Tonang, maka akan susah untuk mengendalikan Covid-19.
"Kembali menerapkan PSBB atau apa pun istilahnya, saat ini sudah sulit. Covid-19sudah terlanjur menyebar," jelas Tonang.
Oleh karenanya, ia memiliki tiga pilihan yang dapat diadaptasi oleh pemerintah.
Ketiganya yakni kapasitas pemeriksaan PCR harus maksimal ke 40.000 per hari, kapasitas tracing harus kuat, sekitar 20-30 orang untuk setiap temuan kasus positif, dan juga menjamin kepatuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan secara personal maupun kelompok.
"Itu sambil berharap segera ada titik terang, ditemukannya vaksin. Tinggal itu," pungkas dia.