Fotokita - Berita Foto Dengan Fakta Sebenarnya

Sudah Mulai Masuk Musim Kemarau, Tapi Suhu Sejumlah Daerah di Indonesia Malah Lebih Dingin Beberapa Hari Terakhir, Begini Penjelasan Ahli

Senin, 06 Juli 2020 | 12:00
Ilustrasi Suhu Udara

Ilustrasi Suhu Udara

Fotokita.net - Belakangan ini masyarakat yang tinggal di selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dan sebagian Sumatera pasti merasa lebih dingin dari biasanya.

Padahal, sejumlah daerah sudah mulai memasuki musim kemarau hingga menimbulkan cuaca gerah.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi?

Saat ini, bumi sedang berada pada titik Aphelion atau titik terjauh dengan matahari. Bumi bergerak mengelilingi matahari dalam lintasan elips.

Baca Juga: Misteri Pendaki Hilang di Gunung Guntur, Bisa Lihat Orang Lain Tapi Mulutnya Seperti Dibungkam, Penjaga Parkir Akhirnya Bisa Temukan Korban Setelah Lakukan Ritual Ini

Artinya, ada saat ketika bumi berada pada titik terdekatnya dengan matahari dan ada kalanya bumi berada sangat jauh dari matahari.

Ketika bumi berada di titik terjauh dari matahari, ini disebut Aphelion. Fenomena ini terjadi setiap tahun dan selalu jatuh pada bulan Juli.

Baca Juga: Masih Ingat Enzo Zenz Allie? Taruna Akmil Keturunan Perancis yang Viral Gegara Diduga Simpatisan Organisasi Terlarang, Begini Kabarnya Sekarang Setelah Bertemu Menhan Prabowo

Dilansir laman Langit Selatan, Senin (6/7/2020), bumi berada di titik terjauh dari matahari dengan jarak 1,0167 AU atau 152.505.000 kilometer.

Sementara pada Sabtu (4/7/2020), pukul 18.34 WIB, bumi berada di jarak 152.095.295 kilometer dari bumi.

"Yang memengaruhi Aphelion adalah bentuk orbit bumi yang bukan lingkaran sempurna, melainkan berbentuk elips," kata Andi Pangerang, peneliti dari Pusat Sains Antartika Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), Minggu (5/7/2020).

Nah, adapun titik terdekat bumi dengan matahari disebut Perihelion. Fenomena ini terjadi setiap bulan Januari.

Baca Juga: Wilayah Tinggalnya Dikelilingi Pepohonan Lebat dan Gunung, Ternyata Warga Daerah Ini Beli Mi Instan dengan Emas: 'Bertahun-tahun Pemerintah Tak Pernah Membangun'

Andi menjelaskan, sebenarnya fenomena Aphelion tidak berdampak signifikan pada Indonesia.

Penyebab suhu menjadi dingin beberapa hari belakangan di sejumlah wilayah Indonesia.
pexels.com
pexels.com

Penyebab suhu menjadi dingin beberapa hari belakangan di sejumlah wilayah Indonesia.

Posisi bumi yang berada pada titik terjauh dari matahari juga tak memengaruhi panas yang diterima bumi.

Hal ini karena radiasi dari matahari terdistribusi secara merata di seluruh permukaan bumi.

"Sehingga, jarak bumi ke matahari tidak terlalu signifikan memengaruhi tingkat radiasi yang mengenai permukaan bumi," terang Andi.

"Jadi dampak signifikan dari Aphelion tidak ada, tetapi cuaca yang belakangan ini lebih dingin lebih disebabkan oleh angin muson tenggara yang bertiup dari Australia ke Asia," papar Andi.

Baca Juga: Jadi Sarang Virus Corona Terbesar di Dunia, Militer Brasil Mati-matian Tembus Belantara Demi Berikan Bantuan, Tapi Barang Terbawa Malah Zat Berbahaya

Dia menjelaskan, distribusi yang paling signifikan memengaruhi cuaca bumi disebabkan oleh pola angin.

Mengingat saat ini angin bertiup dari arah selatan yang tengah mengalami musim dingin, maka Indonesia akan merasakan suhu yang lebih dingin.

Tribun Jambi
Tribun Jambi

Penyebab cuaca dingin bukan aphelion

Beberapa hari terakhir, masyarakat yang tinggal di selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dan sebagian Sumatera pasti merasa lebih dingin dari biasanya.

Di sisi lain, saat ini bumi sedang berada di titik terjauh dari matahari atau sedang berada di titik Aphelion.

Apakah kondisi turunnya suhu beberapa hari terakhir berkaitan dengan fenomena Aphelion tersebut?

Andi Pangerang, peneliti dari Pusat Sains Antartika Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), mengatakan, Aphelion tidak memengaruhi kondisi cuaca di seluruh dunia.

Baca Juga: Lagi-lagi Kalahkan Malaysia dengan Telak, Anak Buah Jokowi Kaget Saat Bank Dunia Naikkan Status Indonesia Jadi Negara Menengah ke Atas di Tengah Wabah Corona, Begini Faktanya

Posisi bumi yang berada di titik terjauh dari matahari juga tidak memengaruhi panas yang diterima bumi.

Andi mengatakan, distribusi yang paling signifikan memengaruhi cuaca bumi adalah pola angin.

Ist

Ilustrasi Aphelion

Pada bulan Juli hingga Agustus nanti, posisi rotasi sumbu yang menghadap ke matahari di belahan utara menyebabkan suhu di belahan utara bumi lebih panas dibanding di selatan.

"(Hal ini) membuat angin bertiup dari belahan bumi selatan ke utara, yang disebut sebagai angin muson tenggara," kata Andi dihubungi, Minggu (5/7/2020).

"Jadi dampak signifikan dari Aphelion tidak ada. Nah, cuaca yang belakangan lebih dingin disebabkan oleh angin muson tenggara yang bertiup dari Australia ke Asia," imbuhnya.

Andi menjelaskan lebih lanjut, pengaruh pola angin ini menyebabkan cuaca dingin di bagian selatan khatulistiwa, khususnya di Jawa, Bali, NTT, NTB, dan sebagian Sumatera di bagian selatan.

Baca Juga: Setelah Sempat Dibantah, Akhirnya Nadiem Makarim Umumkan Jadwal Masuk Sekolah, Begini Rincian Waktu Kegiatan Pertama Siswa SD SMP dan SMA

"Tetapi, untuk Indonesia di bagian utara (khatulistiwa), justru mengalami panas. Karena memang mengikuti bumi belahan utara yang suhunya lebih panas dibandingkan selatan," jelas Andi.

Andi yang tinggal di Bandung mengatakan, biasanya kota kembang itu memiliki suhu paling dingin 20 derajat celsius.

Namun, karena angin muson tenggara, suhu di Bandung bisa turun menjadi 17 derajat celsius.

Bahkan, untuk dataran yang lebih tinggi seperti Lembang, Bandung, suhunya bisa menjadi 15 derajat celsius.

Baca Juga: Dipecat Bupati Tulungagung Secara Tidak Hormat Gegara Terbukti Bersalah dalam Kasus Korupsi, Guru SMP Ini Malah Berhasil Menangkan Gugatan Baliknya di MA, Begini Perintah Pengadilan Atas Nasibnya Itu

"Jadi penurunannya cukup signifikan. Untuk Bandung sendiri (turun) 3-5 derajat celsius," ujar Andi.

Perubahan cuaca ini sebenarnya tidak hanya terjadi saat malam atau dini hari, tetapi sepanjang hari hingga perkiraan Agustus nanti.

Tag

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma