Seperti Lecehkan Keputusan PBB di Laut China Selatan dan Natuna, Rupanya Kelakuan Sok Jago China Itu Juga Bikin Kesal Negara-negara Ini

Senin, 06 Januari 2020 | 09:11
DOK TNI

Siap Pertempuran Laut, TNI Kirim 600 Prajurit Dan 5 Kapal Perang ke Perairan Natuna, 18 Kali Operasi Siaga Tiap Hari, Pangkogabwilhan: TNI Wajib Melakukan Penindakan...

Fotokita.net - Sebagai informasi, Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan kembali berhasil mengamankan tiga kapal ikan asing (KIA) asal China perairan Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

Kapal ilegal fishing itu antara lain, KP Orca 03, KP Hiu Macan 01,dan KP Hiu 11. Saat ini, ketiga kapal tersebut sudah dibawa ke pangkalan PSDKP Pontianak, Kalimantan Barat yang merupakan lokasi terdekat dari Pulau Laut dari pada PSDKP pangkalan Batam, Kepri.

Baca Juga: TNI Sudah Gelar Apel Siaga Tempur di Natuna, Rupanya Sikap Menhan Prabowo Pada Masalah Kedaulatan Negara yang Dilanggar China Bikin Kecewa: Kenapa Sekarang Jadi Lembek?

Kepala Seksi Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran PSDKP pangkalan Batam Muhamad Syamsu Rokhman, melalui telepon mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan pengawasan dan pemantauan.

Bahkan, saat pertama kali nelayan Natuna melaporkan mulai maraknya KIA masuk ke perairan Natuna untuk melakukan pencurian ikan, kapal pengawasan perikanan langsung turun ke lokasi yang dimaksud.

KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA
KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA

Apel gelar pasukan Operasi Siaga Tempur di Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020), yang dipimpin Pangkogabwilhan Laksdya Yudo Margono

Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto memastikan, adanya penangkapan tiga kapal asing asal China yang melalui ZEE Perairan Natuna di Kepulauan Riau, tidak akan menghambat investasi dengan China.

"Kita cool saja, kita santai," ucapnya ditemui di Kantor Kemenko Maritim dan Investasi, beberapa waktu lalu.

Namun, persoalan adanya tiga kapal asing asal China tersebut, pihaknya masih membahas untuk mencari suatu solusi dengan kementerian lain. Termasuk berkoordinasi dengan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

"Ya saya rasa harus kita selesaikan dengan baik. Bagaimana pun China adalah negara sahabat," ucapnya.

Baca Juga: Selalu Berkoar-koar Ingin Jadikan TNI Sebagai Macan Asia, Sikap Lembek Menhan Prabowo Soal Pelanggaran China di Natuna Dapat Kritik Tajam dari Sosok Ini

kompas tv youtube

Illustrasi Tanggapi Soal Konflik Natuna, Prabowo: China adalah Negara Sahabat

Tensi hubungan Indonesia China dalam beberapa hari terakhir sedang panas dingin. Ini setelah insiden masuknya kapal-kapal nelayan asal China yang dikawal kapal coast guard terdeteksi masuk ke Zona Eksklusif Ekonomi ( ZEE) Natuna secara ilegal.

Tak hanya kapal nelayan, kapal penjaga pantai atau coast guard negara itu juga terang-terangan masuk dan mengawal penangkapan ikan secara ilegal.

Pemerintah Beijing mengklaim kalau kapal nelayan dan coast guard tak melanggar kedaulatan Indonesia.

Baca Juga: Posisinya Diapit Malaysia, Rupanya Begini Alasan Natuna Masuk ke Dalam Wilayah Indonesia. Kini Jadi Sumber Konflik dengan China

Dasar yang dipakai Negeri Tirai Bambu mengklaim perairan Natuna yang masuk wilayah Laut China Selatan adalah sembilan garis putus-putus atau nine dash line.

Nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Dasar klaim wilayah China atas hampir seluruh perairan Laut China Selatan sebenarnya sudah dipatahkan putusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2016 silam.

Ini bermula setelah negara tetangga Indonesia, Filipina, mengajukan mengajukan gugatan ke Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA) yang merupakan kelembagaan hukum di bawah PBB.

INQUIRER.net

Menara penangkal serangan udara dan serangan rudal di pulau Spratly, dibangun oleh China

PCA telah membuat putusan mengenai sengketa di Laut China Selatan yang diajukan oleh Filipina, meski Beijing secara tegas menolak putusan PCA itu.

Bahkan, sejak awal China menolak gugatan Filipina itu, dengan dalih gugatan itu adalah cara konfrontatif untuk menyelesaikan sengketa.

Absennya China dalam persidangan, seperti ditegaskan oleh PCA, tidak mengurangi yurisdiksi PCA atas kasus tersebut.

Secara umum putusan Mahkamah mengabulkan hampir semua gugatan Filipina, dan menihilkan klaim maupun tindakan RRT di Laut China Selatan. China juga menyatakan tidak terikat terhadap putusan PCA itu.

Meski gugatan ke PCA diajukan oleh Filipina, putusan tersebut punya implikasi pada negara-negara ASEAN yang selama ini bersengketa dengan China di Laut China Selatan, tak terkecuali Indonesia.

Baca Juga: PBB Sudah Nyatakan Tak Sah Atas Klaim di Laut Natuna, Rupanya China Lagi Ngetes Para Menteri Baru Jokowi di Kabinet Indonesia Maju. Siapa Saja Mereka?

Dilansir dari Harian Kompas, 13 Juli 2016, PCA menyatakan, klaim historis Tiongkok di Laut China Selatan yang ditandai dengan nine dash line tidak memiliki landasan hukum.

Mahkamah menyatakan, hak-hak historis Tiongkok di LTS sebelumnya yang diklaim China telah terhapus jika hal itu tidak sesuai dengan ZEE yang ditetapkan berdasarkan perjanjian PBB.

Putusan itu dibuat menanggapi pengajuan keberatan Pemerintah Filipina tahun 2013.

@Reuters

Senjata-senjata yang dibangun China di kepulauan Spratly

Filipina keberatan atas klaim dan aktivitas Tiongkok di Laut China Selatan. Filipina menuding Beijing mencampuri wilayahnya dengan sejumlah aktivitas, khususnya menangkap ikan dan mereklamasi gugusan karang untuk membangun pulau buatan.

Mahkamah menyatakan China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina dan menegaskan bahwa China telah menyebabkan kerusakan lingkungan dengan membangun pulau-pulau buatan.

Baca Juga: Pantas Saja Kapal Nelayan dan Coast Guard China Berani Petantang-petenteng di Laut Natuna, Rupanya Negara Komunis Itu Ketahuan Lakukan Hal Ini di Perairan yang Jadi Konflik Paling Berbahaya di Asia

Pembangunan pulau yang dilakukan Tiongkok di kawasan perairan itu tidak memberi hak apa pun kepada Pemerintah Tiongkok. Keputusan ini didasarkan pada UNCLOS, yang telah ditandatangani baik oleh Pemerintah China maupun Filipina.

Keputusan itu bersifat mengikat, tetapi Mahkamah Arbitrase tidak memiliki kekuatan untuk menerapkannya.

Dalam pengaduannya, Filipina berargumen, klaim China di wilayah perairan LTS yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus itu bertentangan dengan kedaulatan wilayah Filipina dan hukum laut internasional.

Total terdapat 15 keberatan yang diajukan Filipina kepada Mahkamah Arbitrase Internasional.

Pokok perkara yang diajukan oleh Filipina, terutama invaliditas klaim historic rights dan nine dash line serta klasifikasi fitur maritim, sebenarnya memiliki implikasi langsung bagi kawasan negara-negara di Laut China Selatan.

Beberapa negara itu antara lain Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Semua negara itu bersinggungan dengan batas yang diklaim China, terutama terkait dengan historic rights dan nine dash line.

Baca Juga: Selalu Berkoar-koar Ingin Jadikan TNI Sebagai Macan Asia, Sikap Lembek Menhan Prabowo Soal Pelanggaran China di Natuna Dapat Kritik Tajam dari Sosok Ini

Bagi Indonesia yang sebelumnya tidak mengalami tumpang tindih atas wilayah yang diklaim China, juga diuntungkan putusan atas gugatan Filipina tersebut, karena China juga mengklaim perairan Natuna sesuai dengan dasar yang sama lewathistoric rights dan nine dash line.

Sehingga PCA, secara tidak langsung tidak mengakui klaim China atas Natuna yang masuk dalam kawasan Laut China Selatan berdasarkan klaim sepihak tersebut. (Muhammad Idris/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya