Faktor yang membuat tampilan Jokowi memberi kesan menakutkan dan penuh ketegangan tidak hanya karena pemilihan warna hitam dan emas yang dominan serta penggunaan masker, tetapi juga karena kain yang disilangkan di dada.
"Itu juga memberikan kesan yang berbeda dengan kalau selendang disimpan di kiri atau kanan saja, atau kiri-kanan tapi bentuknya lurus.
Karena ini dibuat diagonal, kesannya juga tegas. Itu juga memberikan satu ketegangan," sambungnya.
Kesan tersebut memang berkurang ketika Jokowi masuk ke dalam ruang sidang dan melepas maskernya.
Namun, kesan lain yang tertangkap adalah kesan kurang rapi dan terburu-buru. Ini terlihat dari penutup kepala yang kurang tegak dan cenderung turun, beberapa unsur garis yang bertubrukan di area dada, hingga penataan kain di bagian pinggang yang kurang rapi serta tampak 'ngatung'.
Perpaduan item yang digunakan Jokowi juga memberi kesan berat ketika dipakaikan pada figurnya yang tinggi dan kurus.
"Beberapa garis bertubrukan jadinya. Silang, lengkung, apalagi dengan hitam, termasuk sinjang yang di atas dengan rumbai-rumbai terkesan acak-acakan seperti segala dibawa."
"Mengapa seperti itu? Aslinya pasti telanjang dada jadi penambahan masker, kemeja, pantalon (celana), dan sepatu menyebabkan menjadi kesan tadi," ujar Suciati.
Meski begitu, menurutnya perlu ada penelusuran lebih jauh untuk mengetahui lebih dalam makna di balik baju adat Suku Sabu yang digunakan Jokowi.
Ia berharap, busana yang dipakaikan pada Jokowi memang busana yang digunakan oleh tokoh tertinggi di adat tersebut untuk upacara adat tertinggi.