Pada awal tahun 1952, mantan Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP).
Pada tahun yang sama, mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan mantan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat untuk melatih calon-calon intel Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.
Dalam rentang 1952-1958, semua angkatan dan kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional yang solid.
Hal itu kemudian yang menjadi dasar bagi Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dan dipimpin oleh Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala pada 5 Desember 1958.
Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh DR Soebandrio.
Pada era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi komunis dan non-komunis di tubuh militer, termasuk intelijen.
Kondisi ini kemudian berubah setelah kekuasaan Orde Lama dan Soekarno jatuh.
Era Soeharto
Pasca-peristiwa 1965, Presiden kedua RI Soeharto yang mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) membentuk Satuan Tugas Intelijen (STI) di seluruh Komando Daerah Militer (Kodam).