Untuk itu, Yustinus menyarankan agar Presiden segera membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Dalam Perppu tersebut, dia menyarankan hendaknya ada poin-poin perbaikan yang dibuat secara objektif.
"Ada urgensi untuk buat Perppu. Misalnya, tetap ada dewan untuk mendorong semua pemerintahan berjalan dengan baik dan lancar. Bukan untuk menghambat, bukan untuk izin. Gitu seharusnya," tandasnya.

Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Barat bentrok melakukan aksi unjuk rasa di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Senin (23/9/2019). Aksi tersebut menuntut Pemerintah Indonesia khususnya Presiden untuk mencabut UU KPK yang baru, menolak RKHUP, dan RUU Pemasyarakatan yang dianggap mematikan
Dia bilang, urgensi membuat Perppu adalah salah satu cara untuk memperbaiki kepercayaan investor disamping membuat formasi kabinet yang membuat respon pasar membaik.
Selain itu dia mengimbau untuk mengantisipasi keluarnya aliran modal asing (capital outflow) akibat demonstrasi karena revisi RUU KPK. Hendaknya, kata dia, pemerintah tidak menganggap enteng unjuk rasa di berbagai daerah yang menuntut dikeluarkannya Perppu KPK.
Pasalnya, unjuk rasa lah yang menurunkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, banyak aliran modal asing yang keluar dan membuat Indonesia kekurangan likuiditas saat defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) masih dalam.
"Capital outflow akan membuat kita kekurangan likuiditas disaat kita mengalami CAD. Ini kan bahaya bagi perekonomian. Maka jangan main-main dengan persepsi, jangan main-main dengan hal seperti ini karena ini akan mempengaruhi," pungkasnya. (Fika Nurul Ulya/Kompas.com)

Massa pengunjuk rasa yang menyatakan dukungan atas revisi Undang-Undang KPK menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (13/9/2019). Unjuk rasa diwarnai kericuhan karena massa membakar tumpukan karangan bunga dan memaksa masuk ke Kompleks Gedung Mera