
Anggota Majelis Pertimbangan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Dandhy Dwi Laksono (kiri) didampingi Ketua AJI Suwarjono (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan terkait pelaporan Dewan Pimpinan Daerah Relawan Perjuangan (Repdem) Jawa Timur, Minggu (17/9/2017).
"(Polisi) membawa surat penangkapan karena alasan posting di media sosial Twitter mengenai Papua," kata Irna yang dihubungi pada Kamis malam.
Sutradara, aktivis, dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono ditangkap polisi di rumahnya pada Kamis (26/9/2019) malam.
Menurut kuasa hukum Dandhy, Alghifari Aqsa, Dandhy ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.
"Dianggap menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik, terkait kasus Papua," ujar Alghifari, pada Jumat (27/9/2019) dinihari.
Namun belum jelas unggahan apa dan pada akun media sosial mana yang dinilai polisi melanggar UU ITE tersebut.
Pantauan awal VOA pada sejumlah akun media sosial Dandhy, memang menunjukkan beberapa unggahan yang menyoal tentang Papua, yaitu pada akun Twitter. Dalam cuitan yang diunggah tiga jam sebelum ditangkap itu, Dandhy mengkritisi Presiden Joko Widodo. Dengan merujuk pada laporan media tentang Jokowi yang menegaskan komitmennya untuk menjaga demokrasi, Dandhy menulis “mengangkat jendral Orba, lima tahun berkuasa tak satu pun kasus HAM diselesaikan, (2) merespon Papua dengan mengirim pasukan dan menangkapi aktivis dengan pasal makar, (3) membatasi internet...
Belum jelas apakah cuitan ini yang membuatnya ditangkap.
Baca Juga: Polisi Hapus Foto dan Video Wartawan Bikin Heran, Apakah Ada Korban Salah Tangkap Sewaktu Kerusuhan?
Tetapi selain cuitan itu ada beberapa cuitan lain yang diunggah Dandhy hari Kamis (26/9) terkait demonstrasi dan kerusuhan di Wamena, serta demonstrasi dan aksi kekerasan di Sulawesi Tenggara dan Jakarta.